“Wahai kalian … Jika benar memang suka dan mencintai diriku—benar-benar tahu bagaimana mencintaiku—pergi dan tinggallah di rumah mendiang papahku untuk sekian waktu. Cari tahu, dan temukan apa yang dulu papahku tahu dan temukan di sana.
Setelah kamu tahu dan benar-benar menemukan hal itu, bawa dan ‘berikan’ padaku, kita akan membicarakannya lebih dalam.
Dan bila benar kamu memang tahu itu, aku bersedia menikah denganmu, dan aku akan mengikutimu—selalu. Tapi bila tidak, tolong jauhi aku selamanya. Aku tidak memaksa! Silakan bila memang mau benar-benar tahu. Siapa (yang) mau tahu? Dan, siapa tahu?
— Ziya Mari Kagumi —
__________
Dee hanya bisa geleng-gelang membaca stories di hape-nya dengan mata tak berkedip. Mulutnya terus komat-kamit seperti membaca mantra, “Lo gila … Lo gila … Lo gila … fixed, elo gila!!”
“I don’t know … who knows …!” kataku setengah berteriak rada emosi sambil melabrak meja dengan tanganku. Sakit juga rasanya … huhu.
“Gua gak peduli. Urusannya, take it, or leave it, that’s all!” Melotot cuek. "Lagian emang orang-orang itu pada tau apa yang gue alami selama ini. Kalaupun mereka tau, gue juga gak peduli! Toh gue juga gak tau mereka banget, mereka pun juga gak tau banget gue—impas! Lagi pula gue juga udah siap kalau sampai harus ngejomblo seumur hidup, kalau memang itu sudah jalannya. Daripada gue harus mengalami lagi kayak dulu—Hell Noooo!!” Emosi Mode: Prepare.
Yang lain hanya terdiam mendengarkan, tak bergerak sedikitpun.
“Soal ‘cucu’ … nanti gue cari tau lagi gimana caranya. Gue juga mikirin itu by the way. Tapi pokoknya soal ini, saat ini, take it … or leave it, that’s all! Itu urusan mereka, bukan gue, titik!” Emosi Mode: ON. Memuncak. Arrrggghh ….
Kevin hanya terpaku di tempatnya sambil terus memandangi kami. Tangannya diselipkan di antara bibirnya. Matanya tajam seperti Elang. Berkali-kali bibirnya sudah sedikit terbuka—bermaksud melemparkan kata-kata sepertinya—tapi tak kunjung keluar juga dari sana. Kali ini ia mengusap-usap dagunya, mencoba mengelus-elus jenggotnya yang sangat tipis itu.
“Lalu gimana?” katanya tiba-tiba.
Aku hanya bisa menggeleng. Deeandra menundukkan kepalanya. Mengusap-usap rambutnya yang panjang terurai hingga hampir menutupi wajah depannya.