@Dee1
Weekend malam seperti ini biasanya Ziya suka mampir ke tempat kami—Kopikipiki. Entah sekadar untuk mengobrol seputar pekerjaan di kantornya—yang ringan-ringan tentunya—atau juga kadang-kadang curhat soal perusahaan peninggalan mendiang papahnya yang tetap dalam 'radarnya'.
Sebenarnya banyak cerita menarik juga di perusahaan peninggalan papahnya itu, sayangnya, tidak banyak waktu untuk membahas itu semua saat ini. Terlalu banyak dan luas persoalan yang terjadi di dalamnya soalnya. Wajar saja, karena perusahaannya juga lebih lama berdiri, dan lebih besar tentunya. Jadi, pasti semuanya jauh lebih complicated dari perusahaan yang dimiliki oleh anaknya ini. Nanti ya, kalau ada waktunya, dan kalau Ziya ngizinin, kita bahas semuanya. Okey? (Ting—mata kedip).
Tapi sekali lagi, kalau Ziya ke sini, kami justru lebih sering membahas semisal, soal film akhir pekan yang menarik; atau kue terbaru yang lagi ‘viral’ di media sosial misalnya. Sesekali kami juga pernah bahas dan terlibat discuss kecil soal headline berita online yang mewarnai hiruk pikuk kota Jakarta ini, atau ya, ujungnya paling Ziya hanya sekadar mampir duduk meminum segelas kopi lalu pergi lagi. Intinya, Ziya suka mampir ke tempat kami, apapun obrolan kami pada akhirnya.
Tapi tidak untuk malam ini. Terakhir aku buka pesan, sekitar jam lima lebih dua puluh sore tadi, Ziya katanya mau pergi bersama mamahnya entah kemana.
Ziya tak punya pacar—kalian tahu kenapa, kan? Jadi jangan bayangkan dia pergi ke bioskop sambil makan pop corn dan duduk senderan di kursi paling belakang; atau duduk-duduk berdua di pojok kafe sambil saling melempar senyum, mencuri-curi pandang, atau bertukar kamus puja puji. Dulu mungkin iya, tapi itu dulu—dulu banget—entah tahun berapa. Saat ini, semua rutinitasnya lebih mudah dibaca ketimbang file coding website. Ya iyalah, pasti … menurut looo ....
Suamiku terlihat cukup sibuk malam ini. Sepertinya, racikan es kopi buatannya semakin 'digemari' oleh para ojek online yang berbaris rapih di dekat mejanya.
Kevin sibuk dengan peralatannya, para ojol itu sibuk dengan hape-nya. Mereka semua sibuk dengan ‘mainannya’.
Aku? Haha ... Aku duduk manis di balik leptop-ku dengan posisi setengah menyender ke tembok, melihat angka-angka yang sangat menggoda jumlahnya di hadapanku.
Hatiku senang bukan kepalang. Jualanku laris siang-malam. Aku akan membeli mobil baru yang terus kubayang. Lalu, rumah sebelah akan kubeli juga dan kujadikan dapur keduaku untuk 'berdagang'. Indahnya dunia ini. Khayalanku memang luas biasa sekali. Aku semakin yakin, suamiku yang adalah seorang creative director di kantornya—di mana imajinasi dan khayalan itu adalah sahabat karibnya selama ini—lebih dari setengahnya adalah sumbangan dari zat ajaib-ku kepadanya, yang selalu aku berikan kepadanya di waktu-waktu khusus kami setiap hari. Sehingga dengan begitu, ia selalu sehat berimaji, setiap hari. Haha … Mudah-mudahan ia tidak mengetahui isi pikirku ini, bisa mati aku ini. Huhu ….
__________
“Say—”
“—yur,” balasnya cepat, cuek.
Aku melempar handuk kecil ke arahnya. Dia selalu iseng membalas panggilan sayangku—menyebalkan.
“Aku serius ini,"—bingung—"ini konsepnya gimana—step by stepnya gimana maksudnya? Udah aku post lho kemarin,” tanyaku mulai cemas kepada Kevin.
Kevin diam saja, karena sedang sibuk dengan pesanan kopinya.
“One more, Honey,” sahut Kevin kemudian, tetap dalam kesibukannya.
“Oke, Haniy—Siyaap. ayem 'weting' kok,” celetuk salah satu Pak Ojol dengan santainya di belakang Kevin.
Aku dan Kevin sontak menengok ke arahnya. Pak Ojol melempar senyum dan memainkan alisnya naik turun dengan santai sambil terus sibuk memainkan hape di tangannya.
Tawa kami memecah suasana. Sebagian pengunjung yang sedang asik kongkow di tempat kami pun sontak melihat ke arah kami. Agak ramai juga tempat kami malam ini, walau, yaaa … tidak gede-gede amat juga sih sebenarnya, tapi mayanlah.
Kevin nampaknya memang cukup sibuk malam ini. Sementara aku,‘ya sudah, aku main hape aja deh,’ begitu batinku.
"SAY … !!!! OH MAYGAT!!! Lihatt!!!" Menunjukkan hape-ku pada suamiku.
Kevin melotot, terperanjat. Kedua matanya menyerap habis semua kalimat dari 'berita' yang sedang ia baca dari hape istrinya. Kesibukannya tersita. Perhatiannya tertuju total pada yang sedang ia baca.
Damn, Ziya … gelengnya kemudian.
Dia kemudian tepuk tangan sendiri, sambil tertawa sangat keras. Aku juga berkali-kali scrolling ‘berita’ itu di hape-ku ini. Benar-benar tak percaya apa yang sedang aku baca.
Kali ini seisi ruangan benar-benar fokus melihat ke arah kami berdua.
”Semuanya, maafkan manner kami,"—sambil membungkukkan badan—"Free coffee untuk kalian semua,” katanya lagi.
Mereka bersorak, masing-masing gayanya. Apapun, intinya mereka semua senang. Kami juga, walau … agak bingung tepatnya. Sh*t, dalam hatiku.
“Mas, maaf … pesanan saya … dapet gratisan juga, gak?” celetuk Pak Ojol yang sejak tadi berdiri di sebelah Kevin sambil nyengir.
Kevin tambah tertawa, sambil mengacungkan jempolnya.
“Naaah, gitu donk, haniyy,” celetuk Pak Ojol—lagi—dengan suara menggelegar sambil memberikan dua jempol terbaiknya. Aku dan Kevin ngakak sejadinya.
Sh*t, Ziya nelpon.
“Iya, Beib,” jawabku cepat.
WHAT YOU’VE DONE????!!!! teriaknya. Aku menjauhkan speaker dari kupingku.