#Audisi
Kali ini Kopikipiki milik Kevin dan Deeandra terlihat lebih ramai dari biasanya sejak pagi. Bukan karena ada promo akhir bulan, tapi … karena ada audisi untuk ‘Sayembara Cinta Ziya’.
Yeap, audisi itu akhirnya dimulai juga. Walau terkesan masih banyak keraguan di dalamnya, dan juga belum benar-benar tuntas dibahas sebelumnya, tapi tetap saja, semua akhirnya dijalankan—atau berjalan juga akhirnya. Dan demi kelancaran serta menjaga suasana tetap kondusif di kantor Ziya, Dee mengatur dan ‘menggeser’ lokasi seleksi audisi itu di mini café-nya, sambil menyelipkan promosi katanya. Dasar otak dagang!
Dengan begitu, kantor Ziya tetap berjalan normal seperti seharusnya sebuah kantor; MRT Jakarta tetap beroperasi normal seperti jadwalnya (kenapa jadi MRT?); dan matahari tetap terbit dari timur, lalu tenggelam di barat (???). Apapun itu, semua hal tetap berjalan pada hakikat waktu dan hukum sebab-akibatnya masing-masing.
Roda dunia terus berputar pada poros dan prosesnya masing-masing. Segala hal di dalam konteks dan konsep ruang dan waktu, tak akan lepas dan selalu tunduk pada aturannya masing-masing—tidak ada yang mampu keluar dari garis itu. Satu-satunya yang tidak terikat pada semua itu, adalah yang menciptakan ruang dan waktu itu sendiri.
Dee membuat aturan cukup serius rupanya, agak lumayan ketat rasanya. Tidak sembarang orang dapat mengikuti audisi itu.
Ziya cantik, cerdas, pintar, baik, kaya, dan berasal dari keluarga yang juga terkenal dan kaya raya pula. Mereka yang hidup di dalam dunia media tahu siapa itu William Wijaya.
William Wijaya meninggal kurang lebih sudah satu tahun yang lalu. Meninggalkan seorang anak perempuan satu-satunya; nama baik serta perusahaan yang terkenal dan mapan; dan juga ‘teka teki' serta 'petunjuk cinta’ untuk kehidupan anak tercintanya—setidaknya begitu kata batin Ziya.
Ziya tak tahu, kecuali ia hanya memiliki keyakinan, yang coba ia cari tahu dan terus ia telusuri dengan seluruh urat logika di dalam kepalanya. Samar memang, oleh karena itu semua ini dilakukan—walaupun lebih terlihat seperti bantuan ‘semesta’ sih—supaya jelas gambarannya nanti.
Untuk itu, Ziya (harus) sudah siap dengan segala risikonya. Tentunya, sebagai seorang CEO, dia tetap memiliki perhitungan, yaaaa … walaupun kali ini hitungannya tidak lebih pasti ketimbang proposal RAB, sih. Tapi prinsipnya—secara langsung ataupun tidak, sengaja ataupun tidak—Ziya sedang melibatkan ‘gelombang semesta’ di dalam proses penguraian seluruh urat-urat 'kusut' di tubuh dan hatinya, dan ia sedang mencoba lebih berani 'bermain-main' di dalamnya. Ck ... ck ... ck ....
Di bantu Tono—yang diberi tugas khusus oleh Ziya—mini café Dee dimodifikasi sedikit jadi seperti kantor agensi periklanan, macam kantor suami dan sahabatnya itu. Tentu, dagangannya tetap ada dan tertata rapih di tempatnya masing-masing
Kalau akhir pekan, biasanya memang Kevin yang mendadak jadi barista, tapi kalau weekdays seperti ini—dengan pelanggan dan dagangan yang biasa-biasa saja—biasanya cukup Dee seorang yang mengurus dan mengatur segalanya. Orangnya suka repotan juga soalnya. Lagipula, tempatnya juga tidak sebesar kedengarannya. Kalian pahamlah ya maksud saya gimana, right? 😊
Kalaupun Dee sedang pergi keluar, yaaa, warungnya tutup. Gitu aja kok repot!
Jangan salah, jangan bingung, Dee memang berotak dagang, tapi dia juga berhati lapang. Tidak semua dia lihat dan ukur secara materi. Banyak hal berisi di dalam kepala dan di hati. Sekarang kalian tahu siapa Dee. Jangan julid! ;p
Lagipula, Kevin suaminya, punya perusahaan bersama sahabatnya—ayo, mau apa lagi?? ;p
Kita kembali ke audisi, kita tinggalkan dulu ‘ilustrasi’. ;p
Tapi sepertinya, Dee sedikit tidak menyangka pesertanya akan jadi sebanyak ini. Berdasarkan catatan di tab-nya, setidaknya sudah ada dua puluh delapan orang kandidat. Belum lagi di email dan whatsapp-nya—dari contact listnya, semua hampir lima puluhan jumlahnya—katanya.
Setengahnya dia tidak menyangka, tapi lebih dari setengahnya ia juga sudah menduga. Yang ia tidak sangka-sangka adalah, tidak sedikit juga orang-orang yang ia kenal baik juga tertarik untuk ikut audisi ini. Semua karena wanita itu adalah Ziya Mari Kagumi, itu saja alasannya. Yaaa, walaupun tidak bisa dipungkiri, tidak sedikit juga yang hanya sekadar iseng dan terbawa antusiasme singkat—atau sekadar hedon, kata Dee.
Syarat utama yang Dee berikan kepada seluruh peserta adalah; tentu benar-benar tertarik dan cinta Ziya—apapun itu tafsirannya. Pokoknya harus ada suka-menyukai dan cinta-mencintainya, Titik!; lalu bersedia tinggal di rumah Papah Ziya yang sudah tidak di tempati sekitar satu tahun lamanya, selama satu bulan; tidak melakukan ‘koneksi’ apapun dengan dunia luar (Dan, soal urusan pekerjan kalian, itu urusan kalian, bukan urusan kami! Toh tidak ada paksaan kan disini?!); makan dan minum tentu disediakan—kami tidak berencana membunuh orang kok;p; dan yang paling utama dari semua itu adalah, menemukan apa yang Ziya temukan di sana. Terserah mereka menemukan apa nantinya, Ziya yang menilai sendiri nantinya, apakah orang itu memang telah benar-benar menemukannya atau tidak. Oh, iya, satu lagi, dilarang berkomunikasi melalui dan dengan cara apapun dengan Ziya. Semua komunikasi hanya melalui Dee.
Oh, tenang. Ini bukan lagi akal-akalan Ziya. Ini serius! Tidak mungkin Ziya melakukan semua ini cuma karena iseng—dia tidak sebodoh itu. Walau memang masih suka agak goyang, takut atau sedikit naif ... hmmm, iya juga sih kadang-kadang, tapi ia tidak bodoh—paham?! Tidak paham, tidak percaya? Silakan cerna kembali siapa Ziya di atas ;p
Lagi pula kalau sekadar kaya dan terkenal, yaaah … kalian semua tahu sendirilah ya ....
Rencananya, minggu depan—setelah selesai sesi audisi ini—acaranya dimulai. Rencananya, ya ....
“Untung ada audisi,” batin Dee, setelah hampir tiga hari audisi itu dibuka.
Kalian tidak akan percaya siapa saja dan dari mana saja peserta yang ikut sayembara ini. Dee tidak berniat membuka semua daftarnya, “bikin malu,” katanya sedikit malu-malu. Memang tidak semua, tapi, yaaa, banyak juga yang ‘begitu’—yaaah, begitulah. Huhu ... Kalian tebak sendiri sajalah.
Memang banyak hal tidak ada logikanya di dunia ini. Sekeras, sebisa dan secerdik mungkin kita menyisip-nyusupkannya di tengah-tengah rasa, kalaupun itu ada, mungkin masih samar sifatnya. Banyak makanan sulit dicerna di lambung yang belum dan bahkan tidak siap. Ini salah satunya.
Audisi, seleksi dan prosesi perlu untuk mengetahui isi, bukan semata-mata sekadar sensasi. Sensasi itu mereka yang ciptakan, dan mereka sepakati kemudian, bukan dari niat awal kami, lho. Iya kan? Beda lho ini ....
*?*
#Seleksi
Nama panggilannya Rama, lengkapnya Diorama Ananda Utama. Hanya selisih satu tahun dari umur Ziya—tiga puluh lima tahun tepatnya. Seorang Financial Advisor di sebuah perusahaan konsultan ternama di Jakarta.
Sehari-harinya Rama hidup dengan angka, kali ini dia ingin mencoba memakai rasa—katanya. Rama kenal dengan Ziya sebenarnya. Walau tak secara langsung, mereka katanya pernah terlibat suatu project bersama. Sesekali pernah mencoba mendekati Ziya—ini kata Ziya, yaa—tapi kalian tahu Ziya gimana lah ya ….
Oh iya, Rama masih single—tentu saja. (Dan ini syarat paling atas, saya lupa tulis tadi, maapkeeun ;p). Duda dipersilakan, tapi jelas bukan untuk yang berniat ‘mendua’. tak ada ruang bagi orang-orang seperti itu. Ini tegas! Lagi-lagi kata Ziya. Yaah, kita lihat saja nanti gimana ceritanya. Sepertinya ini calon peserta pertama kita.
Selebihnya—peserta lainnya—banyak tercatat di list peserta dalam ‘Buku Peserta Deeandra’. Selain Rama yang murah senyum dan rada brewokan tadi, ada lagi laki-laki yang bernama Marcel Gunawan. Seorang gitaris—session player—di salah satu acara ajang pencarian bakat terkenal di televisi nasional.
Selain itu, Marcel juga kerap mengajar secara personal bagi siapapun yang tertarik ingin belajar gitar. Dan satu lagi, Marcel juga punya channel Youtube-nya sendiri, isinya tutorial gitar dan live cam-nya dia saat tampil di televisi.
Katanya, dia pernah berkenalan dengan Ziya saat Ziya diundang di sebuah acara televisi. Di tanya, Ziya agak ragu kenal dengan pria ini, tapi Marcel meyakinkan pada Deeandra bahwa mereka memang benar-benar saling kenal katanya.