@Kevin
Pagi ini rapat ‘petinggi’ dihadiri langsung oleh Pak Ari—Masari saya memanggilnya. Selain Ziya, semuanya hadir. Sebenarnya hanya rapat koordinasi biasa saja, tapi melihat situasi yang terjadi belakangan ini, kami memang seharusnya menggelar rapat koordinasi ini bersama Pak Ari. Terlebih, nanti malam—after office—akan ada event anniversary internal di kantor kami, dan kebetulan juga, ada Masari juga kali ini.
Saya, Ariyo dan Winda–—termasuk beberapa Head Division—sesekali saling melempar dan bertukar informasi dan update seputar pekerjaan-pekerjaan kami belakangan ini, di posisi dan wilayah kami masing-masing tentunya.
Walaupun sama-sama tahu secara garis besarnya, tapi kami semua diminta saling menyimak dengan baik semua keterangan dan penjelasan yang diutarakan masing-masing orang, begitu pesan Masari. Dia tak suka dipanggil, Pak—begitu memo-nya barusan.
“Organisasi adalah sistem sosial. Apabila kita ingin bekerja dalam organisasi atau mengelolanya, kita perlu memahami cara kerjanya. Organisasi mengkombinasikan ilmu dan orang-teknologi dan kemanusiaan. Teknologi sendiri cukup sulit, tetapi apabila anda menambahkan unsur orang, anda akan memperoleh sistem sosial yang sangat rumit yang hampir-hampir tidak dapat dipahami. Kelangsungan hidup masyarakat modern bergantung pada organisasi.”[1] Kata Masari tadi di awal-awal rapat sambil membaca ‘contekannya’ melalui smartphone-nya. Kami menyimak dengan baik semua penyampaian dan kata-kata contekannya itu.
Saya—sebagai Chief Creative Officer di perusahaan ini—memberikan review singkat semua perkembangan yang terjadi di 'wilayah saya’, baik jangka pendek maupun menengah.
Jangka panjangnya saya singkat sebagai ‘Super Goal’ atau target besar saja, tidak saya uraikan terlalu berlebihan, hanya secukupnya saja. Situasinya sedang ‘tidak pasti’ soalnya. Saya tahu pasti akan ada banyak adjustment, modifikasi dan revisi dalam proses perjalanannya nanti, walau saya juga paham, semua harus tetap berdasar pada core yang ada tentunya.
Dengan menggambarkan ini, saya memang berniat memberikan sudut pandang sekaligus menunggu insight dan/atau tanggapan dari winda yang nantinya akan mengalokasikan serta mengelola semua alur pendanaan di perusahaan ini. Tanpa ‘sentuhan ajaibnya’ kesehatan perusahaan akan sulit dicapai di masa-masa sulit, khususnya di saat-saat seperti sekarang ini.
Bila saya berbicara seputar konteks dunia kreatif, Ariyo memberikan gambaran seputar dunia strategy dan perencanaan di wilayah yang lebih luas dan umum, termasuk ke semua level sub divisi di bawah kendalinya.
Lagi-lagi, dia juga harus mengetuk pintu divisi Winda agar seluruh perencanaan dan strateginya mendapatkan alokasi dana yang cukup sehingga tidak kekurangan dan tetap ‘terjaga’ dalam perjalanannya.
Beberapa kali Winda memberikan tanggapan pro-nya, tidak hanya di wilayah saya, tapi juga wilayahnya Ariyo, dan jangan lupa, dari sisi si klien-nya sebagai ‘Bos' besarnya juga, katanya. Aselik, dia memang jagonya mengelola dan ‘ngambil duit orang’, pikir saya.
Masari mendengarkan dan menyaksikan semua ini dengan cukup serius. Matanya jarang berkedip, dan gesture-nya ‘tetap’ sejak tadi, tidak banyak bergerak.
Namun begitu, tidak sekali dua kali dia ‘terlibat’ diskusi di tengah-tengah. Banyak juga ‘ide-ide’ ajaib yang muncul tiba-tiba dari dalam kepalanya. Aku sampai kagum sendiri dibuatnya. Dia tidak banyak bicara, tapi ‘cukup’. Cukup saja sudah membuat banyak sekali perbedaan dalam diskusi berat pagi ini.