Braak!!
“Uugh ...!”
Tubuh kurus anak laki-laki berusia 15 tahun itu terlempar dan membentur dinding tembok pembatas dengan keras lalu jatuh di atas tumpukan kayu. Kayu-kayu sisa pengepakan barang itu patah menjadi beberapa bagian kecil tak kuasa menahan berat tubuh yang jatuh di atasnya. Lebih tepatnya mungkin bukan karena beratnya tubuh anak itu, tapi lebih kepada kondisi kayu-kayu itu yang memang sudah lapuk terhantam panas dan hujan berhari-hari karena dibiarkan teronggok begitu saja di ujung gang buntu ini. Beberapa kayu bahkan sudah berubah warna menjadi kehijauan karena menjadi media rumah yang baik bagi lumut.
Anak laki-laki itu meringkuk kesakitan memegangi perutnya yang baru saja mendapatkan jatah harian. Rasa sakit pada perutnya itu sudah terbiasa ia terima. Dalam satu hari ia bahkan biasanya berkali-kali menerima rasa sakit yang sama. Pada tempat yang, kalau beruntung, berbeda-beda. Nafas anak laki-laki itu terlihat tersengal. Darah bercampur cairan lambung memberi sensasi rasa yang aneh di dalam mulutnya.
"Hhhh..."
Sebuah helaan nafas terdengar dari salah satu laki-laki yang berdiri. Wajahnya bisa terbilang cukup tampan bila saja sebuah tahi lalat di hidungnya memiliki ukuran normal. Rambutnya yang berwarna kecoklatan tersisir rapi dengan wangi minyak rambut mahal. Laki-laki ini kemudian berjalan dua langkah perlahan ke arah pemuda yang masih meringkuk kasakitan.
"Raphael Silverlight ..., putra kelima klan utama Silverlight, apa mungkin kau pikir aku orang yang bodoh? Yang nda akan pernah tau apa yang sudah kau lakukan?"
Raphael tetap diam. Percuma baginya menjawab karena itu sama artinya dengan meminta porsi tambahan hariannya. Kalau bisa, ia hanya ingin pulang ke rumah dengan membawa satu atau dua memar di tubuhnya. Namun ia sungguh paham, bahwa kelas tambahan ini baru saja di mulai.
"Ambil dompetnya..."
Seorang anak yang berbadan besar dan tinggi maju ke depan dan berjalan ke arah Raphael. Tak berapa lama kemudian, sebuah dompet berwarna coklat sudah berpindah tangan.
"Haiz ..., menjadi keturunan Silverlight ternyata nda seperti yang aku bayangkan. Sungguh sangat menyedihkan."
"Emang ada berapa unit, Duran?" si laki-laki berbadan besar bertanya.
Duran menyerahkan dompet itu tanpa mengambil isi di dalamnya. Laki-laki bertubuh besar itu lalu membuka dan mengeluarkan seluruh isi di dalam dompet.
Tiga lembar uang kertas.
"Buahahaha...! Nggak salah, nih? Cuman tiga ratus unit? Bisa apa dengan uang segini?" Terdengar suara tawa keras dari laki-laki berbadan besar. Dompet itu lalu ia lempar ke samping. Isinya sendiri ia masukan ke dalam kantong celananya.
Duran maju melangkah mendekati Raphael yang berusaha untuk duduk dengan susah payah. Ia lalu berjongkok di depan anak laki-laki yang badannya terlihat gemetar ketakutan.
"Aaakh...!!"
Rambut Raphael dijambak dengan keras. Wajahnya meringis kesakitan karena Duran menarik kepalanya mendekat.
"Hey, Raphael ...! Jika aku boleh bertanya, apa gunanya menjadi keturunan klan utama yang terkenal? Nggak seperti saudara-saudaramu yang jenius, kau adalah sampah tak berguna. Jangankan membuat segel, menghimpun mana saja kau tak becus. Jadi apa gunanya kau masuk dan mendaftar di Akademi Magic Holywand? Kau hanya membuat buruk nama baik akademi."