FERDINAN
Hari ini seperti biasa, aku bertemu dengan dia dikantin, dia yang sejak dulu selalu kusuka, akan tetapi dia terasa begitu jauh saat ini. Dia bernama Lucia, sosok cewek yang selalu cuek akan penampilannya, sosok yang selalu pertama kali kucari saat latihan basket, sosok yang menjauh akibat kebodohanku sendiri. Ya aku memang bodoh, mencoba menjauh darinya karena sahabatku dulu, akibatnya dia merasa tidak enak dan menjauh juga sekarang.
Aku melihatnya dari kejauhan, Lucia yang duduk dipembatas kantin dan sedang memegang seekor kucing hitam. Dia selalu tidak peduli dengan sekitar, bahkan tak menyadari aku yang menatapnya. Tiba-tiba dia memalingkan wajahnya kearahku, waktu terasa berhenti, panggilan dari teman-temanku tak terdengar lagi, aku hanya bisa berharap aku tidak melakukan hal bodoh yang pernah aku lakukan dulu.
Lucia buru-buru meletakkan kucing hitam tersebut dan langsung berlari kecil ke wastafel. Melihat kepergiannya membuatku berharap, jika suatu saat nanti aku menyatakan perasaanku, aku harap semuanya tak akan berubah untuk selamanya. Biarkan aku menyukainya secara jauh saja, asalkan dia terlihat tidak enak hati padaku.
"Oi Nan! Bengong lagi beneran kusiram pakai kuah siomay"sorak Kennedy memanggilku ketempatnya.
"Nanti main lagi kan? Jangan lupa kekelasku,"kataku yang duduk dikursi kosong terdekat.
"Ketempatku aja. Dikelas kalian kekurangan colokan nanti,"kata Kennedy.
"Semuanya bisa diatur Ken,"kataku yang mulai mendengar bisikan dari arah teman sekelas Kennedy.
"Perlu kalian bisikin orang yang sudah berada didepan kalian,"kata Kennedy.
"Kami hanya membantu Lucia kok,"kata Maulina.
"Apa salahku kawan-kawan,"sorak Lucia setelah dia cuci tangan
"By the way, Aku ama Dinan pergi duluan ya,"kata Kennedy beserta teman sekelasnya yang cowok.
"Jangan pakai rahasia, ngomong aja langsung,"kataku.
"Kau suka sama Lucia?"tanya Kennedy.
"Becanda bangat masbro,"kataku.
"Kita udah kenal dari SMP, salah dari SD. Tidak semudah itu untuk bohong sama gue Nan,"kata Kennedy.
Aku selalu berpikir, apa sebaiknya kuungkapkan perasaan ini. Tapi kalau kunyatakan semuanya, aku takut gak bisa menyukainya lagi secara diam-diam. Aku hanya ingin seperti ini, walau aku tau ini tak akan bertahan lama. Andai aku bisa memutar waktu, aku tak akan melakukan hal bodoh seperti dulu.
"Nan.. Nan.. Bertindak sebelum terlambat. Tenang aja kok, gue selalu bantuin. Kalau mau cerita, gue selalu ada,"kata Kennedy yang berlalu kekelasnya.
Aku masuk kedalam kelasku dengan kepala penuh dengan pikiran, bahkan Metha salah satu teman dekat Lucia langsung menebak apa yang sedang kupikirkan saat ini. Aku hanya bisa mengangkat bahuku dan duduk dibangkuku.
"Masih belum bisa bilang? Mau sampai kapan sih nyimpan perasaan? Sekarang kita ini udah kelas 3, bentar lagi udah mau kelulusan. Mau nyesal kalau akhirnya harus LDR,"todong Metha dengan bertubi-tubi.
"Bukannya gitu Tha. Dia tuh udah beranggapan kalau aku tuh gak suka sama dia,"kataku yang sudah berulang kali kujelaskan kalau aku menjauhinya.
"Itulah, siapa suruh jauhin dia. Nyesal kan ujung-ujungnya. Udah deh, mending tunjukin tuh perasaan sebelum semuanya terlambat,"kata Metha yang sudah lumayan pasrah untuk menasehatiku.
"Mau gimana lagi. Dulu kan dia pacaran sama Dicky, habis mereka putus pilihannya antara ngejar dia atau tetap bersahabat sama Dicky,"kataku.
"Emang sih dulu kau sama Dicky udah sahabatan dari lama, resikonya kehilangan sahabat dan belum tentu dia suka sama kau, tapi nggak harus pakai acara jauhin juga kan. Kalau kayak gini siapa yang mau disalahin,"kata Metha.
"Andai bisa mundurin waktu, mungkin saat ini akan berubah semuanya,"kataku.
"Makanya, ubah sikapmu NAN!"sorak Metha yang membuat seisi kelas melihat kearah kami.
"Santai kawan. Kagak usah pakai acara teriak,"kata beberapa anak yang didalam kelas.
"Maklum. Udah biasa kalo Metha,"kataku yang menjulurkan lidah kearah Metha dan langsung kudorong Metha jauh-jauh.