Keesokan harinya, ada panggilan ke Pratama dari atasannya lewat interkom.
Tapi baru berdiri dari kursinya, Anton yang mejanya berada di samping Pratama, mengajaknya bicara.
"Tam, udah baca kemarin ada laka lantas sepasang muda-mudi dan yang laki-laki mati. Sepeda motor yang mereka kendarai masuk sungai ..."
Anton membaca berita itu di HP-nya sendiri.
Pratama mendengarkan berita itu, tapi dia abaikan.
Sebaliknya Anton melihat temannya malah mau buru-buru pergi.
"Tapi tikungan Bojongloa kan dekat perumahan kamu...? Masa kamu nggak dengar kabarnya?"
Tama mematung sejenak, dia menjadi penasaran lalu menyempatkan baca langsung beritanya.
Tama memegang tangan Anton dan memutar ke arah wajah Tama agar bisa dibaca.
Tama sudah baca beritanya. Waktu dan tanggal kejadian sama dengan malam itu.
"Kecelakaan tunggal ...?" Gumam Tama. Tetapi Tama cepat berpikir dan pura-pura tidak tahu.
"Lagipula lokasi kecelakaan dari perumahan jauh, ada 1 km." Papar Tama. ""Aku baru tau ada kecelakaan di daerahku dari berita ini!"
Lalu bergegas Tama pergi ke ruangan bosnya, Herman.
Di ruangan Pak Herman sudah menunggu.
"Tam, kamu dapat info darimana kalo ferrofin bila 10% merusak lycopene?" Tanya Pak Herman setelah Pratama duduk di depan meja kerjanya.
Pak Herman adalah direktur PPIC.
Di saat yang sama Pratama memegang sebuah majalah.
"Ini," sodor Pratama. Lalu Herman menerimanya dan membaca halaman majalah itu yang sudah ditunjukan Tama.
Itu adalah jurnal dari Balai penelitian Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Setelah membaca halaman itu, Herman mengembalikan ke tangan Tama.
"Ya sudah, kamu bawa artikel ini dan temui Pak Hartono," ujar Herman.
"Pak Hartono ingin ketemu saya?" Tanya Tama ragu.
Seumur-umur dia kerja di pabrik ini tidak pernah bertemu langsung dengan CEO sekaligus pemilik Hartono HighTech ini.
"Pak, temani saya," pinta Tama yang seketika menjadi grogi.
"Pesan dari sekretaris Pak Hartono supaya kamu datang sendiri." Sahut Herman. "Cepat beliau menunggumu."
Waduh, pikir Pratama. Tapi apa boleh buat. Akhirnya Pratama pergi juga lalu mengambil sepeda listriknya di parkiran.
Pratama mengarahkan sepeda listriknya jauh melewati belasan blok hingga menemui ujung jalan yang berpintu pagar tinggi dan selalu dalam keadaan ditutup.
Seumur-umur Tama bekerja di pabrik Hartono HighTech dia tidak pernah memasuki area kawasan ini yang seperti sebuah pabrik di dalam pabrik.
Ketika Pratama melapor ke sekuriti melalui pelantang suara, segera pintu pagar yang digerakkan oleh mesin hidrolik bergeser membuka ke samping.
Reggg ... Drok, drok, drok ...
"Pak Pratama sudah ditunggu Pak Hartono." Ujar sekuriti yang datang menemui Pratama. "Silakan naik mobil itu."
Sekuriti menunjuk ke sebuah mobil yang telah dimodifikasi body-nya menjadi seperti mobil wisata.
Pratama menitipkan sepeda di pos sekuriti dan tdak menunda-nunda, Pratama pergi ke mobil.
Tetapi baru saja kaki kanannya hendak di angkat untuk meniti anak tangga, seorang pria menegurnya.