SIGOTAKA

Handi Yawan
Chapter #5

Tertimpa Duren Jatuh

Setelah itu Hartono memusatkan perhatian kepada Pratama.


"Mas Pratama sayalah yang memerintahkan Mr. Wang mengganti polyfoar dengan polymeer." Ujar Hartono membuka percakapan. Kedua tangannya ditangkup di atas meja. Nampak sikap big bos rendah hati.

Pratama berpikir bagaimana bisa kelakuan Bobby sebaliknya?


"Tapi saya memang tidak perhatian, perbedaan persentase ferrofin ada pengaruhnya terhadap lycopene.

Padahal saya beli polymeer lebih murah daripada polyfoar." Papar Hartono. "Tidak banyak supplier yang memproduksi ferrofin, sehingga langka dan mahal.

Dan saya bergantung pada supplier, meskipun harganya naik terus mau tidak mau saya beli.

Mau tidak mau saya harus kembali ke polyfoar ya!"


"Menambang pasir kuarsa di Palung Jawa selain resiko, butuh teknologi tinggi dan ongkosnya mahal," ujar Pratama mengabaikan paparan Hartono. "Kenapa tidak menambang di delta?"


"Kenapa Mas Pratama tertarik dengan pasir kuarsa?" Tanya Hartono tidak mengerti arah pembicaraan karyawannya.

Sejenak dia menatap Pratama tajam.


"Dan dari mana mas Pratama mengambil kesimpulan, kami menambang pasir kuarsa dari Palung Jawa?" Tanya balik Hartono menguji karyawan nya.

Sejak mendengar ferrofin dengan kadar 10% bisa merusak lycopene, Hartono penasaran terhadap orang yang paham hal ini sebab tidak banyak tenaga ahli spesialis di industri lycopene.


"Saya mengenali itu pasir kuarsa yang diambil dari dasar laut." Jawab Tama sambil menunjuk ke luar jendela. "Bila diambil dari Delta sungai, warnanya abu-abu akibat paparan sinar matahari.

Dan letak pabrik ini di dekat sumber yang ada pasir kuarsa nya dengan potensi tidak terbatas, yaitu di palung Jawa. Ini tebakan gampang ..." Canda Pratama.


Mendengar penjelasan itu Hartono mengangguk sambil tersenyum pula.


"Saya sudah membaca profil Mas Pratama, menarik," kata Hartono lalu mengambil tempat duduk di seberang Pratama.


"Boleh saya bertanya lagi," pinta Hartono. Tama mengangguk-angguk.

Meskipun nada bertanya Pak Hartono lembut tetapi tidak urung nyali Pratama dibuat ciut.


"Menambang pasir kuarsa yang berasal dari endapan hulu sungai dekat laut, itu memang proses alam yang tak akan pernah habis," papar Hartono, "tetapi beresiko terhadap lingkungan dan tidak sustain."


Hartono mengajak bicara santai karena melihat ada kegugupan pada diri Pratama.


"Apakah kebutuhan pasir kuarsanya sangat besar sehingga menambang dari Palung Jawa?" Tanya Tama.


"Tentu saja yang dibutuhkan besar sekali, karena pasir itu sebagai bahan baku untuk membuat polysilicon." Sahut Hartono. "Kami akan produksi polysilicon dan kemudian dipasarkan ke Amerika sebagai pusat industri silicon. Pak Pratama tahu polysilicon?"

Hartono bertanya kembali.


"Polysilicon adalah bahan dasar untuk membuat FV dan campuran material circuit elektronik.

Tetapi mengolahnya butuh teknologi tinggi dan ongkos yang mahal.

Setahu saya pabrik pengolahannya baru ada di China dan Korea." Papar Pratama. "Pasir kuarsa diolah melalui proses pemurnian kimia. Proses ini melibatkan distilasi senyawa polysilicon yang mudah menguap, dan penguraiannya menjadi silikon pada suhu tinggi. Itu menggunakan fluidized bed reactor ..."


Kali ini Hartono yang mengangguk-anggukkan kepala.


"Kenapa Pak Pratama tidak bekerja di bidang pengolahan polysilicon? Saya cek anda punya sertifikat analisnya dari Pemerintah Tionglok?" Tanya Hartono.


Mendengar pertanyaan seperti ini Pratama menjadi tersipu.


"Dulu waktu lulus kuliah dan ada penawaran dari pabrik di China, saya tidak punya biaya untuk ongkos dan urus dokumen-dokumen ...

Itupun sewaktu pergi ke China dari beasiswa universitas.

Lihat selengkapnya