SIGRAH

metanoia
Chapter #4

Empat

DAY6 - Not Fine

Setibanya di rumah, hal pertama yang biasa Sigrah lakukan adalah bergegas melepas sepatu dan mengucap salam ketika membuka pintu. Pun masih perkara serupa, sesuatu yang menyambutnya bahkan itu-itu selalu: kondisi ruangan berantakan, Akash Gandana masih tidur diiringi dengkuran, dan cacing-cacing di perutnya makin protes minta jatah makan.

Satu per satu kekacauan dengan cekatan Sigrah bereskan. Dari memungut pakaian kotor Akash yang berceceran, mencuci gelas kopi dengan hati-hati, hingga membuang bungkus jajanan instan yang kerap pria dewasa itu konsumsi. Merasa sedikit jauh lebih baik dipandang dari sebelumnya, barulah Sigrah duduk di hadapan sebuah meja mini yang Akash belikan tempo lalu untuknya dengan alasan supaya rajin belajar.

"Ibay..." Sayup-sayup, Akash menangkap sosok bocah enam tahun di dekatnya. Sigrah masih berbalutkan seragam putih merah lengkap dengan dasi beserta kaus kaki hitam putih. "Kapan pulang?" Akash berusaha memerangi rasa kantuk yang masih ingin berlama-lama membekuk. "Gimana sekolah?"

Hari ini, Bayanaka Sigrah resmi duduk di bangku sekolah dasar. Meskipun hari pertama, tidak serta merta membuat Sigrah merasakan nuansa istimewa. Sigrah tetap bangun pagi, mandi, dan bersiap pergi sendiri sebagaimana kebiasaan yang sudah ia terapkan sejak Akash rela bangun lebih dulu dan menyiapkan segala keperluannya memasuki taman kanak-kanak satu tahun lalu.

Sigrah menandai dengan baik momen satu hari itu. Akash membantunya mengenakan seragam, membeli tas bermotif Ben-10 yang saat ini masih dapat digunakan, dan memasangkan sepatu cokelat yang jika dibawa melangkah akan menghasilkan kerlap-kerlip lampu warna-warni menghiasi.

"A," panggil Sigrah ketika berbalik badan. Ia sudah mengeluarkan satu buku tulis beserta pensil. "Ada PR."

Kernyitan samar di dahi pria itu mengindikasikan rasa heran. "Kok, hari pertama udah dikasih PR aja sih, Bay?"

Sigrah menggeleng tanda tidak tahu. Dibukanya buku tersebut dan menunjukkan lembar pertama yang ditandai oleh gurunya dengan tinta pulpen. "Cuma Ibay yang dikasih PR," beritahu Sigrah sembari menunjukkan agar Akash turut membaca. "Tadi, belajar menulis abjad A sampai Z. Karena Ibay dan temen-temen udah bisa semua, Ibu Guru beri waktu buat nulis nama ayah sama ibu."

"Terus, lo buat apa?"

"Cuma nama lengkap A aja." Sigrah merespons dengan wajah polos. Bahunya merosot. "Kata ibu guru, harus ada nama Ibu juga. Ibay nggak tau, A."

"Ooh gitu...," Akash manggut-manggut. Ia sudah berganti posisi menjadi duduk dan mendekati Sigrah. Buku tulis itu beralih tangan. Akash meminjam pensil dan mulai menuliskan sesuatu di sana. Sementara Sigrah memperhatikan dengan saksama. "Nih, lo salin ulang ya, biar lebih rapi dan enak dibaca."

Sigrah mengangguk patuh. Melanjutkan kembali aktivitas menulisnya dibarengi mengeja per huruf yang tertera. Setelah berhasil mengulang-ulang, Sigrah dapat merafal nama yang terdiri dari dua kata itu dengan sempurna.

"A, Raharjeng Pradnya. Betul?"

Sejenak Akash menjeda laju kakinya yang akan memasuki kamar mandi. Satu ibu jarinya teracung tinggi-tinggi. "Seratus buat nilai PR Ibay!"

Tawa Sigrah berderai. Belum berhenti sebatas itu, Sigrah mengambil buku cerita bergambar yang ia punya kemudian menuliskan nama tersebut di lembar paling belakang. Tepat di bawah nama kepanjangan Akash dan tak lupa memberikan embel-embel "Ibunya Ibay".

"Ibay, ganti bajuuu. Kita mau makan ketoprak di warung Bude Sumi."

Lihat selengkapnya