Matahari pagi merangkak naik di cakrawala ketika Letnan Jenderal Inoue Kobayashi berdiri di depan gerbang selatan Kastil Brickvia, tatapannya terpaku jauh ke posisi di mana Riverbrick berada.
Di depannya terbentang hamparan luas yang memisahkan ibu kota Brickvia dari Riverbrick yang kini jatuh—ladang-ladang subur yang kini tercabik oleh perang. Di suatu tempat di balik sana, ia yakin musuh sedang menunggunya.
Kobayashi mengencangkan tali helmnya. Di sekelilingnya, para prajurit berkumpul dalam barisan-barisan. Di wajah-wajah mereka terlikis ketegangan.
Kolonel Koizumi Kotaro mendekat dengan membawa peta yang digulung, ekspresi wajahnya menunjukkan kesiapan.
"Letnan Jenderal," kata Koizumi, mengangguk dengan hormat. "Para prajurit zeni telah mengamankan penyeberangan sungai di gerbang selatan. Jalur pasokan logistik sudah dibangun, tetapi pertahanan musuh di dekat Riverbrick lebih kuat dari yang kita duga."
Mata Kobayashi menatap tajam ke arah selatan."Dazai Genzou bukanlah komandan biasa. Ia tidak akan menyerah tanpa perlawanan."
Terompet perang berbunyi nyaring, memecah keheningan pagi sebagai sinyal untuk memulai mobilisasi.
Kobayashi mengangkat tangannya. Dengan suara lantang, ia bangkit berdiri dan berseru:
"Para prajurit Brickvia! Hari ini kita berbaris bukan hanya untuk tanah kita, tetapi untuk rumah kita, untuk keluarga kita, dan untuk keadilan! Kita tidak akan membiarkan api Riverbrick melahap kita semua. Berjuanglah, bertarunglah dengan gigih, dan rebut kembali tanah kita!"
Para prajurit menjawab dengan teriakan serempak, pedang dan tombak terangkat ke langit.
Saat barisan terdepan maju, Kobayashi berkuda di depan mereka, matanya waspada mengawasi sekitar. Tidak ada satu pun yang tahu jalan di depan mereka—jalan pertumpahan darah yang dipenuhi korban bergelimpangan. Namun, tidak ada jalan untuk kembali.
Tidak lama, matahari telah naik tinggi di balik awan ketika dua pasukan itu akhirnya berhadapan di ladang-ladang yang hancur di luar Riverbrick. Tanah di sekitarnya kini telah menjadi parit yang memisahkan mereka, pohon-pohon hancur dan bertumbangan.
Letnan Jenderal Inoue Kobayashi berdiri di atas gundukan tanah, matanya terpaku pada pasukan Suragato berbaju zirah hitam di hadapannya. Di tengah-tengah mereka sosok Jenderal Dazai Genzou berdiri menjulang.
Sudah kuduga kau akan menyambutku ... Genzou ...
Bisik Kobayashi sambil menjulurkan tangannya ke gagang pedang.
Seketika, terompet perang yang memekakkan telinga dibunyikan.
Kobayashi mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.
"Maju!"
Para prajurit Brickvia maju seperti gelombang ombak dengan raungan yang menggelegar, teriakan perang memecah keheningan sore itu.
"Hanya Kobayashi?" gumam Genzou sambil mengerutkan keningnya sebelum ia tersenyum kecil." Brickvia tidak betul-betul berniat melawanku!" ujarnya.
"Suragato! Buka serangan!"seru Genzou.
Dengan segera, hantaman pertama di antara dua pasukan itu menggetarkan tanah di bawah kaki-kaki mereka. Tombak menusuk, pedang beradu, busur melepaskan anak panah mencari sasarannya, dan perisai hancur dihantam pukulan tanpa henti.
Pasukan pemanah Suragato yang bersembunyi di balik barikade segera membalas dengan menghujani langit dengan serbuan anak panah.
"AGGHH!!"
Beberapa prajurit Brickvia terjatuh dari kuda mereka.
Pasukan Kobayashi bergemuruh dari segala arah, tebasan pedang berkilat cepat, tetapi disambut para penombak Suragato yang dengan kompak segera menyambut dan menahan mereka dengan tusukan yang bertubi-tubi.