Terpal kanvas tenda komando Brickvia terbuka seakan mempersilahkan Ren untuk masuk. Di dalamnya, cahaya lentera berkedip-kedip menerangi wajah-wajah yang berkumpul mengelilingi peta wilayah yang tergeletak di tengah meja. Letnan Jenderal Kobayashi berdiri di depan meja dengan tangan terlipat di dada, matanya yang tajam terpaku pada pemuda yang berdiri di hadapannya.
Ren—pakaiannya robek dengan wajahnya berlumuran debu—berdiri dengan penuh urgensi namun mencoba untuk tetap tenang. Kelelahan di wajahnya telihat oleh siapapun dalam jarak dekat.
"Kau bilang kau telah mengamati pergerakan musuh secara langsung?" kata Kobayashi. "Jelaskan secara detail!"
Ren mengangguk, melangkah maju mendekat ke arah peta yang terbuka di meja. "Aku bersembunyi di balik perbukitan barat, di atas Jurang hutan pinus."
Ia menunjuk ke sebuah cekungan di peta—jalur perdagangan tua yang mengitari tepi jurang.
"Setiap menjelang pagi, tepat sebelum fajar, sekelompok prajurit Suragato berpisah dari garis depan dan menuju ke arah barat. Arah yang selalu sama dengan rutinitas yang selalu sama. Mereka mengumpulkan pasokan logistik."
"Pasokan logistik?" tanya seorang perwira terkejut.
Ren mengangguk. "Ya, mereka telah membangun pos sementara pasokan logistik yang tersembunyi di dasar sungai yang kering tepat di bawah tebing, tidak akan terlihat kecuali kita berada tepat di atasnya. Gerobak berisi perbekalan, persenjataan, dan peti medis. Tertutup terpal dengan penjagaan minimal. Mereka pikir itu sudah cukup aman."
"Dan kau mengikuti mereka?" kata Kobayashi, mengawasinya dengan cermat.
"Aku tetap bersembunyi di posisi yang tidak bisa mereka lihat," jawab Ren. "Jalan setapak di situ cukup sempit, tebing di satu sisi dan hutan pinus di sisi lain. Jalur itu tidak memungkinkan untuk pengawalan berkuda. Jika kita menyerang mereka di jalur itu—"
"Mereka kehilangan akses ke pasokan logistik mereka," potong Kolonel Koizumi yang melangkah maju, tertarik dengan penjelasan Ren.
Ren mengangguk lagi. "Benar kolonel. Mengganggu aliran pasokan mereka. Jika kita menyerang mereka di sana, mereka akan panik. Mereka akan berpikir kita telah berhasil masuk ke titik paling belakang. Dan jika Anda membuka serangan di garis depan saat mereka sedang panik di garis belakang—"
"Taktik Pincer," sahut Kobayashi, sebelum Ren menyelesaikan kalimatnya. "Manuver klasik. Tapi itu bergantung pada ketepatan waktu eksekusi serangan."
Ren menunjuk lagi ke jalur di peta yang berada di atas meja. "Lokasi ini adalah titik kritis. Saat mereka memuat pasokan ke atas gerobak mereka, pergerakan mereka akan melambat. Medan di sini terlalu sempit untuk bermanuver. Di sanalah kita akan menyergap mereka."
Seisi tenda sesaat menjadi sunyi.
"Bisakah kau membawa kami ke sana?" tanya seorang perwira.
"Aku bisa memandu jalan untuk unit kecil," kata Ren. "Tapi itu tidak bisa diikuti oleh perwira tinggi. Jika mereka melihat Letnan Jenderal Kobayashi atau Kolonel Koizumi bergerak keluar, mereka akan curiga."
Kobayashi berbalik ke anak buahnya. "Kalau begitu kita kirim kelompok penyergap berpengalaman yang bisa bergerak dalam senyap sehingga membuat perhatian mereka terbelah."
Ia kemudian menatap Ren.
"Rendo Karibata, kau dulunya petugas pencatat perdagangan, kan?"
"Betul, Jenderal," kata Ren dengan sigap.