Dengan suara menggelegar, perintah Jenderal Arakawa menggema di seluruh barisan Kuchiwara-Suragato.
“Seluruh unit, maju!”
Genderang menggelegar, terompet berbunyi. Kekuatan penuh dikerahkan. Medan perang bergetar dengan derap langkah prajurit yang maju dengan serempak.
Dari bawah kaki bukit, Masahiro mengangkat tangannya.
“Ini saatnya, Shirosawa! Beri sinyal pada Jenderal Hiryuu!”
"Laksanakan!" seru Shirosawa mengangkat benderanya.
Bendera sinyal dilambaikan maju-mundur berulang kali.
Jauh di garis depan, Jenderal Hiryuu mengangguk melihat sinyal itu.
“Bersiap sambut serangan! Kavaleri, maju!” teriaknya.
Hiryuu menerjang maju bersama unit kavaleri terdepannya, menghantam garis terdepan Suragato.
Suara pedang yang saling beradu seketika langsung terdengar nyaring diikuti ringkik kuda dan suara desingan perisai yang menahan tusukan tombak.
Tepat di belakang pasukan kavaleri, Kolonel Koizumi berteriak lantang.
“Divisi zeni! Maju serempak!”
Ren, Nishiyama, Takeda, Maeda, dan Shiori bergerak beriringan menjaga formasi. Zirah yang lebih ringan membuat gerakan mereka lebih cepat.
Di hadapan mereka, prajurit Kuchiwara-Suragato maju menerjang mengayunkan pedang dan menusukkan tombak sementara anak panah melesat di atas kepala.
Kepala Ren seketika menunduk saat sebuah ayunan pedang seorang prajurit mengayun nyaris menebas wajahnya.
Meskipun ia berhasil menghindari serangan pertama, prajurit itu berhasil melayangkan tendangan lurus tepat ke dada Ren.
"Agh!" teriak Ren terdesak mundur.
Ia merasakan jantungnya berdebar kencang atas serangan itu.
“Jangan ada yang keluar barisan!” teriak Koizumi.
Seorang prajurit Kuchiwara lainnya menerjang ke arahnya dengan kapak terangkat.
Ren ragu-ragu. Napasnya tercekat.
Ini nyata ... orang ini akan membunuhku!
Gumam Ren.
Tepat saat kapak itu mengayun turun, Nishiyama menangkis dari arah samping dengan pedangnya.
“Ren! Bergerak!” teriaknya.
Ren segera melangkah ke belakang berlindung di dalam barisan.
Koizumi berteriak dari depan, “Pertahankan formasi! Jangan berpencar!”
Di sekelilingnya, divisi zeni terus merangsek maju. Takeda mendorong perisainya ke dada musuh. Maeda dan Shiori menangkis serangan demi serangan dengan tombak mereka.
Ren mencoba mengikuti, tetapi langkah kakinya goyah. Sebuah ayunan pedang musuh mengenai lengannya.
Ia terengah-engah. Pandangannya menjadi kabur.
Aku akan mati. Aku tidak seperti mereka. Aku belum siap.
Pikir Ren.