Jauh di barat daya perbatasan Brickvia, di bawah lembah yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Kuchiwara, berdiri kota Marase yang terkenal dengan akademi medis dan jejeran kliniknya. Meskipun tidak tersentuh oleh kobaran perang, tapi kota ini secara tidak langsung ikut terdampak. Para korban perang yang terluka, baik prajurit tempur maupun warga sipil, datang berbondong-bondong setiap kali perang pecah untuk mendapatkan perawatan.
Di salah satu klinik tersebut, Harada Yukime, delapan belas tahun, bekerja dengan hati-hati merawat luka-luka itu tanpa memandang seragam prajurit kerajaan mana pun. Ia memberikan perlakuan yang sama, terlepas dari asal mereka, apakah Suragato atau Kuchiwara.
Sore itu, Yukime merawat luka di bahu seorang prajurit di salah satu ruang perawatan klinik.
"Sudah hampir tertutup. Kau perlu istirahat setidaknya dua minggu, "ujarnya datar, menyembunyikan kelelahan di balik matanya.
Seorang petugas medis memanggil namanya dari balik pintu.
“Yuki!”
Yukime berbalik cepat, “Aku ke sana!”
Ia melangkah pergi sambil menyeka keringat di wajahnya.
Aku memilih jalan ini bukan untuk lari, tapi untuk memperbaiki apa yang dirusak oleh perang.
Bisik Yukime di dalam hati ketika melintasi koridor klinik yang dipenuhi pasien.
Beberapa bulan yang lalu, sebelum perang pecah dan jalanan dipenuhi derap langkah prajurit yang berbaris, Harada Yukime hanyalah seorang pelajar di Akademi Medis Marase. Lahir di Brickvia, putri dari Letnan Jenderal Harada Kurosuke ini memilih jalan hidup yang berbeda dari ayahnya. Alih-alih mengikuti jejak sebagai prajurit tempur, ia memilih jalan hidup menjadi seorang penyembuh.
Marase bukanlah medan perang. Ia hanyalah sebuah kota pelajar yang saat itu sedang menyambut tahun ajaran baru. Ketika Yukime pertama kali tiba, tidak ada yang mempertanyakan asalnya.
Lalu, invasi Suragato atas Riverbrick mengubah segalanya.
Riverbrick jatuh. Suragato memperkuat kekuatan militernya. Kuchiwara yang melihat peluang, semakin mendekatkan hubungan dengan Suragato. Perbatasan antara Brickvia dan Marase otomatis tertutup. Komunikasi melalui surat-menyurat terputus dan kereta kuda berhenti datang melintasi perbatasan.
Desas-desus dan kecurigaan tidak luput berhembus di dalam tembok akademi. Satu per satu, siswa kelahiran Brickvia menghilang. Beberapa diam-diam diminta pergi, sementara yang lain dibawa paksa.
Yukime?
Ia tetap tinggal. Ia tidak punya pilihan.
Pulang tidak mungkin, menyebutkan nama lengkapnya sama saja bunuh diri.
Ia adalah putri seorang jenderal senior Brickvia, yang memegang jabatan komando strategis. Jika kebenaran ini terkuak, ia akan menjadi ancaman bagi pihak musuh.
Maka, ia mengubur identitasnya dan mengambil nama “Yuki.”
Yuki si pendiam. Yuki si murid yang fokus. Yuki si gadis yang menundukkan kepala dan tidak meminta apa-apa.