Di ruang tahanan Kota Marase yang gelap, Harada Yukime duduk di atas ranjang tahanan dalam sunyi. Kesunyian yang sama setiap harinya yang entah sampai kapan akan berakhir, sampai ia tidak lagi menghitung sudah berapa hari berlalu di dalam tempat itu.
Namun yang ia tidak ketahui, hari ini status penahanannya akan berubah. Bukan karena dibebaskan, tapi karena 'hukuman lain' dari otoritas Kuchiwara.
Pagi itu, pintu ruang tahanan berderit terbuka. Yukime bangkit perlahan.
Seorang perwira Kuchiwara melangkah masuk. Ia langsung bicara tanpa basa-basi.
“Kau keluar, ”katanya datar.
Yukime mengerutkan dahinya, terkejut.
“Maksudnya? ”tanyanya keheranan.
“Statusmu berubah. Tahanan kota, "jelas si perwira.
Dua orang penjaga berjalan masuk dan langsung mengapit kedua lengannya, tapi cengkeraman mereka tak sekasar sebelumnya.
“Apa yang Kalian inginkan? ”tanya Yukime ketika berjalan keluar ruang tahanan dengan dikawal dua orang penjaga di sampingnya.
“Prajurit kami sekarat, ”jawab perwira itu dingin, "dan Kami membutuhkan kemampuanmu."
Mereka melewati halaman yang kini berubah menjadi rumah sakit darurat.
Barisan tentara Kuchiwara yang terluka terbaring di atas ranjang, beberapa terdengar mengerang kesakitan.
Perwira itu berbalik, menatap Yukime dengan dingin.
“Harada Yukime, putri Letnan Jenderal Harada Kurosuke dari Brickvia, ”seru perwira itu tegas, “Kau adalah petugas medis sebelum menjadi seorang tahanan.”
Yukime merapatkan bibirnya erat. Dia tahu ke mana arah pembicaraan itu.
“Kami tahu keahlianmu,"lanjut si perwira, "tangani prajurit Kami. Sekarang. Buktikan Kau memang pantas keluar dari ruang tahanan!”
Yukime melihat sekelilingnya. Napasnya tertahan melihat prajurit-prajurit tak berdaya dengan perban penuh darah yang masih menetes.
Di depannya, ia melihat seorang prajurit yang terlihat tidak lebih tua darinya gemetar menahan perihnya luka di sekujur tubuh.
Mereka ... prajurit yang sama yang melawan Ayahku di medan perang .... yang berdiri sebagai musuh Brickvia ....
Namun ....
Aku telah disumpah untuk menyembuhkan ... tanpa memandang seragam manapun!
Bisik Yukime mengepalkan kedua tangannya.