Siluet Kematian

Allamanda Cathartica
Chapter #5

Pertemuan di Bawah Bayang-Bayang

Suara sirene ambulans samar-samar terdengar di kejauhan, membaur dengan keheningan malam ketika Bellva berdiri di luar ruang autopsi. Angin dingin yang menusuk perlahan merambat ke kulitnya, tetapi itu tidak cukup untuk mengalihkan pikirannya dari apa yang baru saja dia lihat di dalam. Dalam genggamannya, liontin dengan simbol oktagram terasa semakin berat, seolah-olah benda itu menyimpan rahasia yang jauh lebih gelap daripada yang pernah dia bayangkan.

Langkah kaki terdengar mendekat di koridor yang sunyi. Arman muncul dari balik pintu ruang autopsi, wajahnya tampak lebih muram daripada biasanya. Dia membawa sebuah berkas tebal yang penuh dengan dokumen dan berhenti tepat di sebelah Bellva. Dengan sedikit ragu, dia menyerahkan secarik kertas yang tampak seperti salinan laporan forensik.

“Ini laporan awalnya,” kata Arman dengan nada pelan, hampir berbisik. “Aku tahu kamu menginginkan lebih banyak jawaban, tapi sejauh ini ini semua yang bisa kami kumpulkan.”

Bellva mengambil dokumen itu dengan tangan yang sedikit gemetar, matanya segera menyisir setiap kata di atas kertas. Laporan itu mencatat penyebab kematian yang mirip dengan dua jenazah sebelumnya, yaitu trauma berat pada tengkorak akibat pukulan benda tumpul, dengan kerusakan pada wajah yang tampaknya sengaja dilakukan. Namun, yang paling membuat bulu kuduknya meremang adalah catatan tambahan di bagian bawah laporan.

"Ada residu logam tidak dikenal yang ditemukan di luka korban," gumam Bellva, membaca catatan itu berulang kali seolah berharap menemukan penjelasan tersembunyi di antara kata-katanya. “Logam ini bukan material biasa. Apa artinya ini?”

Arman menggeleng pelan, ekspresinya penuh keprihatinan. “Kami sudah mengirim sampel ke lab untuk analisis lebih lanjut. Dari pola yang kita lihat sejauh ini, ini jelas bukan kecelakaan atau tindakan kriminal biasa. Orang-orang ini… mereka tahu persis apa yang mereka lakukan.”

Bellva menarik napas panjang, memejamkan mata sejenak untuk meredakan ketegangan yang semakin menumpuk. Potongan-potongan informasi yang berputar di benaknya terasa seperti teka-teki yang tidak lengkap. Dalam pikirannya, kilasan pertemuannya dengan Baroza Grayson kembali muncul. Ada sesuatu tentang pria itu. Kesan yang mencurigakan, tetapi juga memberi harapan bahwa dia mungkin menjadi kunci untuk memahami semua ini.

“Arman,” Bellva akhirnya membuka suara, nadanya tegas meskipun masih terasa getar emosi. “Aku harus pergi sekarang.”

Arman menatapnya dengan alis berkerut. "Pergi? Ke mana, Bell? Kamu bahkan belum selesai membaca laporan itu."

Bellva berbalik perlahan, menatap Arman dengan mata yang kini dipenuhi tekad. “Aku harus menemui seseorang. Dia mungkin punya jawaban yang kita butuhkan.”

“Apa kamu yakin ini ide yang bagus? Keadaan semakin rumit, Bell. Kamu bisa membahayakan dirimu sendiri,” ujar Arman, nada suaranya mencerminkan kekhawatiran yang tulus.

Namun, Bellva hanya tersenyum tipis. Senyuman itu tidak cukup untuk menghapus kegelisahan yang terpancar dari wajah Bellva. “Aku tidak bisa hanya berdiri diam sementara semua ini terjadi, Arman. Ada sesuatu yang besar sedang terjadi dan aku tidak bisa mengabaikannya.”

Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut, Bellva melangkah cepat menuju pintu keluar rumah sakit. Udara malam yang dingin kembali menyambutnya. Dia mengeluarkan ponselnya dari saku, mencari nomor Baroza yang baru saja dia simpan.

Beberapa detik berlalu, kemudian suara Baroza terdengar di ujung telepon. “Bellva,” sapanya, suaranya tetap rendah dan penuh wibawa. “Apa ada yang terjadi?”

Bellva menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, “Kita perlu bicara. Saya menemukan sesuatu. Saya yakin ini terkait dengan mereka.”

Lihat selengkapnya