Silver Blood

Chairurizal I K
Chapter #8

Antares part 1

Gelap. Dingin. Kuyup. Kejam.

Di bawah naung gugus bintang cerah; beriring deru angin beku belantara; dibebat sunyi hutan dan rindang pohon menjulang, Sylva berjalan memeluk erat dirinya dengan tubuh menggigil hebat. Hidungnya yang kemasukan banyak air masih terasa tak nyaman, Mahkota Light Ash Grey-nya belum kering, begitu juga pakaiannya.

Suatu keberuntungan bisa keluar dan selamat dari kejadian siang tadi, tapi kini, saat dia berjalan sendiri di tengah gulita hutan, rasanya tak lebih baik. Berkali-kali dia menatap ke kanan dan kiri dalam ketakutan dan gemetar hebat. Rahangnya berguncang karena dingin dan cemas, sementara gemeretuk gigi putihnya membelah hening malam.

Langkahnya pelan. Ada banyak luka di tubuhnya, tapi secara keseluruhan, fisiknya tak masalah. Tangisnya sudah mengering beberapa jam yang lalu, dan kini hanya tersisa ketakutan segelap Hades. Harum samar Lavender yang kini dia hidu sama sekali tak membantunya untuk tenang.

Kakinya yang lemas minta ampun, terasa ingin mencair. Sudah berjam-jam dia berjalan di tengah gelap rimba ini, dan dia tak tahu sama sekali, kemana kaki lemasnya menuntun langkah.

Otaknya macet, dan keputusasaan seolah merangkak dari tempat tergelap hatinya.

Setapak hutan yang terjal tak membantu sama sekali, pohon-pohon tinggi seolah membantunya tersesat, tanpa adanya pengalaman menjelajahi hutan, rasanya sulit untuk tetap hidup malam ini.

Harapannya meredup; sinar itu memudar, hampir dia jatuhkan dirinya di tempatnya berdiri, sampai datang di ujung kerlingnya sesuatu.

Tanah lapang.

Di antara pohon terujung yang matanya sanggup lihat, ada sebuah tanah lapang luas. Menyembul dorongan dalam relung Sylva untuk setidaknya sampai di tanah lapang itu.

Sylva menelan ludah, mengumpulkan kekuatannya yang tinggal beberapa butir. Perlahan, dia kembali merajut langkah.

***

Mata Sylva mendelik selebar-lebarnya begitu dia akhirnya tiba di tanah lapang itu.

Sebuah rumah sederhana, dan lumbung besar.

"TOLONG!!" Sylva mengerahkan sisa tenaganya untuk berteriak sekencang mungkin. Tak peduli ini jam berapa, tak peduli siapa pun yang akan ditemuinya, tapi ini harapannya.

Suara nyaring dan keras itu membangunkan seorang pria tua berjanggut yang tengah tertidur di teras rumahnya. Dia terlonjak kaget hingga nyaris terjatuh dari kursi, "Astaga! Apa itu?!" dia refleks menatap ke kanan dan kiri, mencari sumber suara. Anjing Komondor besar kesayangan pria tua itu sudah berada di depan teras, menggonggong nyaring.

Sylva berteriak sekali lagi, tapi kali ini suaranya melemah.

Pria tua itu berdiri seketika dan langsung menuruni tangga sederhana, mengikuti anjingnya. Kakinya sudah berada di atas tanah saat mata rabunnya dia sipitkan, "Sayang! Sayang, kemarilah!"

Tak ada jawaban, tapi pria tua itu bisa mendengar sedikit keributan dari rumahnya. Pria tua itu tak sabar dan terus memanggil istrinya. Detik berikutnya, seorang wanita tua dengan rambut yang nyaris diambil alih uban, membuka pintu dan berjalan pelan menghampiri suaminya.

"Apa, sih? Kau berteriak seperti ada gadis muda yang minta tolong."

"Ya, karena memang ada gadis muda yang teriak minta tolong!" Pria tua itu menunjuk Sylva dengan dagunya.

Wanita tua itu mengarahkan matanya ke arah yang suaminya tunjuk, "Ya Tuhan!" ujarnya melihat Sylva yang mulai ambruk, "Ayo, cepat!!" Dia berlari terlebih dahulu.

***

Lihat selengkapnya