Silver Blood

Chairurizal I K
Chapter #17

Yang Sesungguhnya part 1

"Oke ... jadi, katakan sekali lagi ... kalian ini ... apa?" Sylva duduk di kursi batu panjang selagi memegangi kedua belah pelipisnya. Otaknya seolah melebur setelah semua ketidak-masuk-akalan ini.

Ella tersenyum tipis. Tak berharap pula gadis di hadapannya langsung paham seluruh situasi yang terjadi. Seperti semua Silver Blood yang dia temui sebelum Sylva, gadis itu pun kebingungan hingga pikirannya terlihat merumit. Kilat mata cokelatnya sudah lebih dari terbiasa melihat remuk ketakutan di wajah Silver Blood tiap kali dia melakukan 'penjemputan pertama'.

Setelah memberi sentuhan terakhir pada pertempurannya di perumahan Sylva, Ella dan komplotannya membawa Sylva ke suatu tempat, dan menjelaskan sedikit tentang konsep Deluna.

Mereka berada di salah satu basis yang sudah ditinggalkan. Tak ada alasan khusus kenapa Ella memilih tempat ini, kecuali karena memang aman dan cukup nyaman.

Sylva tak menampik dia takjub setengah mati saat pertama memasuki bangunan ini. Pikirannya langsung terhubung pada gambaran kerajaan bawah tanah yang dia lihat di game bertema fantasi.

Bangunan yang bertempat di bawah akar kaki gunung itu lebih luas dari seluruh areal kampus Sylva yang terkenal paling megah di kota. Berlimpah di dalamnya, bermacam ruang termasuk ratusan kamar. Dindingnya dipahat laksana 'Balairung Erebor', karena basis ini dibangun nyaris bersamaan dengan peristiwa Perpecahan Besar yang melahirkan Vermillion dan Antares.

Ratusan anak tangga lebar yang terbuat dari batuan padat sudah mereka lalui, entah berapa dalam mereka ada di bawah tanah. Kesan sumpek dan pengap terbantai tak bersisa saking luasnya tiap ruangan. Lantainya berupa batuan gelap padat yang tak ubah lantai pada umumnya. Sylva masih ingat betul betapa mengganggunya gema suara hak sepatu gadis anggun berambut pendek yang selalu menatapnya dingin dan tajam.

Pilar-pilar raksasa tertata rapi, tampak indah karena nyaris seluruh pilar itu dibentuk dari batuan mineral aneh yang memancarkan cahaya amat terang. Sylva bahkan bisa melihat lorong di sisi-sisi ruangan luas ini saat dia sampai di anak tangga terakhir. Begitu banyak hingga dia sendiri tak tahu jumlah pastinya. Langit-langitnya begitu tinggi, namun tak ada satu pun kelelawar yang menggantung di sana. Terang sinar pilar-pilar bercahaya itu cukup untuk menyibak bentuk seluruh langit-langit yang berjejal Stalaktit.

Sylva tak tahu lagi frasa apa yang tepat untuk menggambarkan betapa megahnya bangunan bawah tanah ini.

Dia sendiri masih bingung dengan apa yang terjadi. Sepahamnya, sekarang dia duduk di tepian altar raksasa di sudut ruangan luas ini, dengan 3 orang dengan kekuatan mengerikan yang menamai diri mereka Vermillion.

Otak Sylva masih mencoba memahami penjelasan wanita bernama Ella yang berdiri tak jauh di hadapannya, tapi berapa kali pun dia berusaha, otaknya menolak menerima bahwa ini semua nyata.

Ella melebarkan senyumnya saat melihat tubuh Sylva mulai berguncang dan menggigil.

"Ven?" Ella menoleh pada Venrir yang tengah bersandar di dinding batu dengan tangan terlipat dan wajah datar-dingin.

Gadis itu terlihat tak senang sama sekali, apalagi saat dia dengan malas menjawab tatapan wajah Ella.

Venrir menarik napas dalam dan memejamkan mata ungunya yang tampak menyala-nyala. Dia mengalihkan tatapannya jauh pada hampa di tengah ruangan. Tanpa menggerakkan tangannya sedikit pun, Venrir membuat portal horizontal kecil di samping Sylva.

Sylva terkesiap bukan main. Dia bersumpah pita suaranya nyaris menjerit saat tiba-tiba semangkuk sup hangat dengan kuah kaldu sapi dan isian bawang bombay, keju leleh, juga roti prancis, jatuh tepat dari portal itu. Bersama dengan sup itu, satu cup jus lemon dingin ikut tersaji.

Sylva segera menatap Ella, jujur saja, dari tiga orang di ruangan itu, hanya dua yang berani dia tatap. Dia tak tahu diambil darimana sup dan minuman ini.

"Punyamu. Venrir sudah urus proses bayar-membayarnya," Ella menahan senyumnya selagi berjalan mendekati Sylva dan duduk di samping gadis itu, "kau bukan yang pertama, dan aku selalu tahu bagaimana bingungnya mereka semua. Makanlah, akan kujelaskan lagi dengan lebih rinci selagi kau makan."

Belfez berjalan mendekat dari arah belakang, "Kau tak bawakan satu untuk Kyra? Dia pasti pulang larut."

Venrir hanya memberi lirikan kecil tajam sebagai respon.

Belfez meringis geli mendapati lirikan itu. Dia melongok ke mangkuk sup itu, "Serius, Serigala? Onion Soup?"

Sylva menatap mangkuk sup di sampingnya dengan lebih saksama, lalu setengah mengangkat tangannya dengan amat ragu, "Ergh ... ak-aku alergi bawang bombay ...." Mata Sylva agak melebar, pandangannya berkeliling, tak begitu tahu siapa yang harus dia tatap.

Venrir mengarahkan wajahnya pada Sylva perlahan, dan matanya bertemu dengan mata perak Sylva.

Lihat selengkapnya