Simfoni Hitam

Fatma Hida
Chapter #3

Melody

Melody Ananta Azzahra, itulah nama lengkap ku, gadis culun dengan kacamata dan tak begitu banyak menarik perhatian, adalah image ku di Sekolah ini. Sudah lebih enam bulan yang lalu aku melangkahkan kaki di Sekolah ini sebagai murid baru, karena memang aku adalah murid pindahan.  Hari- hari di Sekolah ku lalui seperti biasa, tak banyak teman yang ku kenal, bahkan hampir tak ada yang akrab dengan ku. mungkin karena aku masuk sudah kelas tiga (III / XII ) dimana semua orang akan bersiap untuk segera lulus. Aku masuk ke Sekolah beberapa bulan setelah awal memulai tahun Pelajaran kelas Tiga (III/XII).

Namun tak disangka, aku menemukan penyemangat dalam hari-hari ku, yang membuat hari ku di Sekolah, terasa lebih cerah, yang membuat ku merasa bahagia meski tak mendapatkan libur sekalipun. mata ku tertuju pada lapangan basket di tengah Sekolah  dimana beberapa siswa sedang bermain disana, aku mencari seseorang diantara para pemain disana, dia adalah salah satu murid favorit semua orang, apalagi siswa perempuan. Anak lelaki yang tampan dengan gaya yang cool dan keren, kesan pertama bertemu dengannya adalah dia adalah orang yang cuek yang sama sekali tidak menghiraukan orang sekitar, namun di sisi lain dia adalah seseorang yang sangat ramah, dengan senyum yang sangat indah.

Mata ku tertuju ke lapangan sambil berjalan perlahan, sebenarnya dia tidak begitu menyukai basket dan olah raga dengan bola, namun dia sangat hebat bila memainkan basket, mungkin karena postur tubuhnya yang tinggi. Dia lebih memilih memainkan skate board kesayanganya yang biasa dibawanya ke Sekolah.  Mata ku terus mencarinya, dan tiba-tiba sebuah bola basket melayang menuju wajah ku, aku begitu terkejut dan hanya sanggup memejamkan mata, dengan cepat kudengar bunyi. Tup! Tapi wajah ku tak terasa sakit.

Perlahan aku membuka mata ku, dan aku pun terdiam, wajah yang sedari tadi kucari ada tepat dihadapan ku.

“Kau tidak apa-apa? “ tanyanya cemas namun aku tak sanggup menjawabnya hanya mengangguk sebagai isyarat bahwa aku tidak apa-apa.

Dia lalu tersenyum, senyuman yang sangat indah. Dia tepat dihadapan ku, matanya yang indah yang juga ikut tersenyum ketika dirinya tersenyum, lengkap dengan sebuah tahi lalat kecil di bawah mata kanannya yang membuat dia terlihat tambah manis, kulitnya putih bersih dengan badan yang tinggi, senyumnya yang lucu dengan gigi kelincinya. Astaga, apakah ini mimpi tau nyata, ataukah aku sedang berkhayal? Akh aku bahkan tak perduli, jika ini hanyalah khayalan, aku terasa tak ingin sadar dari khayalan ini.

“Daniel!” teriak salah satu anak dari lapangan basket meminta bolanya, dan teriakan itu menyadarkan ku bahwa semua ini bukanlah mimpi ataupun khayalan.

“Berhati-hatilah” teriak Daniel sambil melemparkan bolanya.

Dia lalu kembali menatap ku sambil tersenyum.

Kim Daniel Alkhalifi, itu nama lengkapnya, aku senang memanggilnya Niel. Anak tampan keturunan Korea Indonesia. Dia sekali lagi membuat jantungku berdetak kencang. Ya, selain ketampanannya, cowok yang terlihat cool ini sebenarnya adalah anak lelaki yang sangat baik, dan dia perhatian itu yang membuat ku mengaguminya, meskipun sebenarnya dia lebih sering menampakkan sisi yang cuek dan cool dalam dirinya. Kesan pertama bertemu dengannya, aku tak menyangka bisa sedekat ini menatap wajahnya, dulu dia terasa sangat jauh, aku bahkan seakan tak pernah tersentuh. Biasanya aku hanya menatap nya di kelas, aku sengaja duduk di belakang dengan jarak satu kursi di sampingnya hanya untuk melihatnya memperhatikan pelajaran, aku bahkan tidak tau apa kah dia sadar atau tidak bahwa kami satu kelas.

“Kau tidak apa-apa kan?” tanya nya lagi,

“Iya aku ga apa-apa, terimakasih ya” ucap ku dengan spontan membungkukkan tubuhku seperti orang Korea. Dan gerak tubuhku membuatnya kembali tersenyum.

Aku terdiam dan tidak tau ingin berbuat apa, lalu dia mengingatkan ku, bahwa buku ku ada yang jatuh, ketika aku terkejut melihat bola tadi. Dia dengan cepat mengambilkannya sebelum aku mengambilnya dan segera memberikannya kepada ku. Aku sekali lagi berterimakasih. Dan tiba-tiba aku merasa segerombolan orang sedang memperhatikan ku, ya segerombolan pengagum Niel yang kadang tak suka melihat Niel dekat dengan siapapun.

Aku tak sengaja menatapnya, namun aku kembali menunduk. Daniel terlihat memikirkan sesuatu sambil memiringkan kepalanya melihat ku.

Lihat selengkapnya