Simfoni Kesedihan

Yudhi Herwibowo
Chapter #6

Qurie Qurindra (3)

Kini setiap malam, Sefa selalu datang ke kamarku. Biasanya ia datang sambil membawa makanan, kue-kue atau pun minuman ringan. Kadang saking banyaknya, ia sampai harus menjadikan roknya sebagai keranjang. Kejadian ini nyaris terjadi setiap hari. Biasanya sejak waktu sekolah berakhir di sore hari, ia akan seharian di sini. Terutama bila mamanya tengah pergi di luar kota.

Tak hanya itu, Sefa juga selalu membawa kunci ruangan piano. Nampaknya mamanya sengaja memberikan kunci itu, agar ia dapat berlatih kapan pun ia mau.

Aku pernah bertanya padanya, “Apakah ini tak membuat mamamu marah?”

Sefa hanya menggeleng, “Asal kita tak menghancurkan piano itu, tak akan ada masalah.”

Maka itulah, setiap hari setelah waktu sekolah berakhir, kami akan datang ke ruang piano. Aku tentu saja sangat senang. Di masa-masa awal di sekolah ini, pelajaran-pelajaran tentang teori musik memang sangat banyak. Beberapanya bahkan terlalu bertele-tele dengan mengajarkan sejarah musik puluhan tahun lalu. Jadi kesempatan bermain piano seperti ini, benar-benar tak akan kusia-siakan. Toh, bermain piano adalah alasanku berada di sini.

Biasanya Sefa hanya akan memperhatikanku saja dari kursi sebelah. Kadang saking senangnya, aku sering melupakan kehadirannya. Namun saat teringat, aku selalu memintanya bergantian denganku. Namun ia selalu menggeleng.

Awalnya kupikir ia hanya memberi kesempatan saja untukku bermain piano sepuasnya. Aku tahu di rumahnya ada sebuah piano terbaik yang bisa dipakainya setiap saat. Namun ketika sampai berkali-kali ia masih juga menolaknya, aku baru merasa curiga.

Lihat selengkapnya