Kupikir ia telah mati saat itu. Aku... aku sudah memukulkan sesuatu di kepalanya hingga ia terbentur piano. Lalu aku... lalu aku mulai membakar perabotan di sekelilingnya...
......
Namun ternyata aku tahu, kalau ia masih hidup. Ia bisa lolos dari api besar itu. Tapi sebagian tubuhnya telah terbakar. Seorang temannya kemudian menyelamatkannya dan membawanya pergi...
......
Kalimat itu seperti masih terngiang begitu jelasnya. Setiap bagian seperti mampu menusuk hatiku hingga tak terperi.
Aku tentu ingat malam itu. Malam saat kebakaran besar itu terjadi. Sore harinya Qurie mengajakku bertemu di ruang piano, tapi aku menolaknya. Aku tahu ia akan bertemu dengan Barra, dan ingin aku juga ada di situ. Namun aku tentu tak mau mengganggunya. Kupikir mereka pasangan yang pantas. Dua-duanya pemusik yang hebat. Hanya sekali saja aku perlu melihat mereka bermain, aku sudah tahu kalau hati keduanya telah bertaut.