Bara mengajakku ke depan ruang kesenian. Di dalamnya ada beberapa orang berdiri berjejer dan terbagi dalam dua baris menghadap seorang dirigen yang sedang memberikan komando dengan kedua tangannya. Mereka sedang berlatih artikulasi dengan melafalkan a-i-u-e-o beberapa kali dengan gerak mulut yang tegas.
“Sarah, coba kamu bawakan bait pertama,” perintah Sang Dirigen, diikuti seorang siswi berambut lurus sebahu yang berjalan maju ke depan dengan mantap.
“Nah, itu dia salah satu tim kita. Sarah, anak kelas 2C. Suaranya merdu banget, seperti bidadari Khayangan. Coba deh lo dengerin,” ujar Bara memperkenalkan biduan yang akan menjadi bagian dari tim kami, seperti biasa, dengan semangat yang sangat meyakinkan.
Benar saja, suaranya lembut tapi terdengar bertenaga. Lekukan tiap nada dibawakan dengan mulus, mengalir tanpa ada yang terdengar terlalu ngoyo atau berkejar-kejaran. Enak didengar tanpa terkesan terlalu dibuat-buat. Ada rasa minder dalam diriku yang sama sekali belum pernah berlatih vokal sebelumnya. Aku merasa masih terlalu amatiran untuk bersanding dengannya.
Setelah Sarah selesai melantunkan bagiannya, Sang Dirigen mengumumkan istirahat lima belas menit. Bara memanggil Sarah dari pintu masuk. Sarah menoleh dan langsung melangkahkan kakinya ke arah pintu. Dari ekspresi wajahnya tersirat kebingungan. Mungkin ia bingung dengan keberadaanku yang masih asing baginya dan bertanya-tanya, ada apa Bara bersama denganku dan memanggilnya.
“Kenalin, ini Rendi. Anak kelas 2A. Ren, ini Sarah,” Bara memperkenalkan kami berdua dengan semangat.
“Iya, gue tahu kok. Kita sekelas ‘kan waktu kelas satu dulu? Rendi yang selalu serius belajar dan nggak pernah kelihatan bergaul sama siapa-siapa,” respon Sarah dengan santai. Aku merasakan ada sedikit maksud meledek. Aku tertunduk malu.
“Oh, ternyata kalian sudah saling kenal. Bagus deh kalo gitu,” komentar Bara enteng.
Aku sama sekali belum mengenal Sarah sebelumnya. Tahu lah, aku yang terlalu fokus dengan pelajaran sampai-sampai tidak mengenal teman sekelas sekalipun. Iya, aku akui separah itu introvert-ku.
“Ada apa nih? Tumben amat? Gue baru tahu lo dekat sama Rendi,” tanya Sarah penasaran tapi terasa sekali sebenarnya tidak terlalu peduli. Cuek sekali.
“Ehm… Sarah Angeline, Rendi adalah anggota tim baru kita,” dengan bangga dan mantap Bara memperkenalkanku.
***
“Sarah Angeline? Salah satu diva paling terkenal itu?” tanyaku meyakinkan diri.
Papa hanya menjawab dengan menaikkan kedua alis matanya sambil tersenyum kecil. Sementara aku masih melongo dengan kedua mata terbelalak, tak percaya.
***
Sarah melongo. Tampaknya ia antara tidak percaya aku punya kemampuan yang layak disandingkan dengan kualitas vokalnya atau bingung dengan istilah ‘anggota tim baru kita’ yang disebutkan Bara. Anggota dalam hal bagaimana? Kolaborasi penampilan atau sekadar pendukung penampilan dia dari belakang layar? Setidaknya itu yang kutangkap dari ekspresi wajahnya. Sesekali kuintip ekspresi wajahnya tapi kemudian kembali kutundukkan kepala.
“Lo nggak akan percaya dengan bakat dia ngerap,” Bara lagi-lagi menembakkan amunisi persuasifnya.
Sarah spontan terkikik.