1 Maret 20xx
Kafe Payung Hitam, Kota Praga
"Nggak kerasa kita udah mau lulus aja. Kamu jadinya mau kuliah di mana, Bis?" tanya Gangga.
"Aku sih masih sama kayak cita-cita kita dulu. Kuliah di Universitas Vanguard. Kamu masih pengen kuliah di sana apa punya kampus impian baru?"
"Aku juga. Moga-moga aja kita ketrima," kata Gangga. Tiba-tiba dia bersedih. "Ehm, masa SMA udah berakhir. Rasanya kayak mimpi aja udah mau beralih ke dunia kampus."
Mendengar nada sedih Gangga, Bisma menerawang. Dia mengingat-ingat saat-saat mereka bersama melalui masa remaja. Dia dan gadis di hadapannya ini adalah sepasang sahabat, bukan pacar, bukan saudara, bukan sulap, bukan sihir.
Persahabatan ini lahir dari keruwetan hubungan mereka berdua di awal masuk ke sekolah menengah atas. Ruwetnya bagaimana? Hanya author yang tahu. Tapi nanti pasti diceritakan oleh author, karena authornya baik hati, tidak sombong dan gemar menabung.
"Karena kita udah mau lulus, aku mau mengakui sesuatu." Laki-laki yang memiliki nama panjang Aditya Bisma Wibowo itu bersiap mengungkapkan hal yang selama ini mengganjal seperti gelundungan batu di hatinya.
Gangga memperhatikan Bisma dengan seksama, menunggu apa yang akan disampaikan makhluk di hadapannya ini.
"Dulu, aku suka sama kamu," kata Bisma dengan nada perlahan. Pernyataan cinta itu sudah sangat lodoh dan lonyot karena terlambat.
Gangga mengangguk sangat pelan. "Kalau, sekarang?"
Bisma menatap mata Gangga dengan tatapan sendu. "Sekarang juga iya."
Gangga dan Bisma saling menatap dalam diam. Tak ada yang berbicara selama beberapa menit.
Namun mereka masih berkedip agar mata tidak perih, tidak seperti ikan yang bisa melek bahkan saat terkena air sekalipun, karena sejatinya ikan memang tinggal di air.
Gangga sama sekali tidak memiliki niatan untuk menjawab pernyataan cinta ini.
"Dasar badut," batin Gangga.
Senyum Gangga sedikit terkembang. Bibir Bisma pun berkedut tidak karuan. Mereka sama-sama menahan tawa. Beberapa saat kemudian mereka sudah tidak tahan lagi. Tawa pun meletup meledak tak terkira.
Saat kelas satu, mereka memang saling tertarik. Bahkan, Bisma adalah cinta pertama bagi Gangga. Namun, mereka tak pernah menyatakan perasaan masing-masing dan memupus semua rasa itu.
Bisma melanjutkan, "Kamu kirim surat cinta ke aku itu bikin aku hilang respect sama kamu."
Kali ini Gangga terkejut bukan main. Dia tidak pernah mengirim surat apa pun kepada laki-laki mana pun termasuk Bisma. Mungkin jika Bisma berhutang, barulah dia mengirim surat penagihan hutang, karena dia memang medhit* sekali. [Medhit: pelit].
Kembalian 500 perak saja dia usut tuntas. Dan jika berbelanja, dia tidak pernah mau diberi kembalian permen. Camkan itu! (Karena memang tidak ada kembalian, uangnya ngepas malah kadang kurang).
"Surat apa maksudnya?" tanyanya.
"Nggak usah pura-pura nggak tahu, nggak usah malu juga. Kita sekarang sahabatan kayak saudara. Ngaku aja. Ya aku bakal ngolok-olok kamu sih, tapi kamu tetep harus ngaku."
"Oke, dengerin baik-baik ya Kubis." Gangga menarik dan membuang napas beberapa kali. "Aku nggak pernah kirim surat apa-apa sama kamu!"
"Bener? Masak sih? Lha terus itu surat siapa yang bikin?"
"Meneketepret!"
Gangga berpiki-pikir kira-kira siapa yang mengirim surat yang mengatasnamakan dirinya itu. Kelebat ingatannya langsung tertuju pada dua nama yaitu Rina dan Ayu. Gangga pernah mencurahkan isi hatinya kepada mereka berdua.
"Duo ember itu bener-bener nggak bisa dipercaya ya. Dulu aku pesen jangan bilang siapa-siapa. Mereka emang nggak bilang ke temen lain, tapi malah ngirim surat ke target. WEDUS!" kata Gangga dalam hati.
Gangga mengatupkan bibirnya rapat-rapat sembari merencanakan akan membuat perhitungan belanjaan dengan dua orang yang telah mempermalukan dirinya itu. Kira-kira hal sepadan apa yang bisa dia lakukan kepada dua teman yang telah membocorkan rahasia besarnya itu?
Bisma memperhatikan setiap garis dan ekspresi wajah Gangga. Dari apa yang dilihatnya, dapat dipastikan gadis itu sudah tahu siapa pelaku surat cinta palsu itu.
"Pasti udah nyadar siapa yang bikin surat itu. Mulutnya udah mengerucut sempurna, siap diiket pakai tali rafia," batin Bisma.
"Ngga ... Gangga ... hai ...." Bisma melambaikan tangan di depan wajah Gangga.
Gangga terkesiap. "Hoah, maaf. Aku tadi mikirin nanti gimana habis lulus SMA."
"Masak sih kamu mikirin itu? Kirain lagi mikirin cara balas dendam."
"Jingak! Ketahuan!" umpat Gangga dalam pikirannya.