Katanya jodoh ditandai dengan banyak kesamaan di antara dua insan berbeda. Lama bersama, aku masih mencari kesamaan apa yang ada di antara kita. Sudah sekian tahun, aku masih belum betul-betul meyakini makna jodoh yang dimaksudkan selama ini.
Aku suka kopi, namun tidak dengannya; aku suka puisi, tidak juga dengannya; aku senang bergerak namun aku tak suka keramaian yang berlebihan, sementara ia cenderung pasif namun begitu senang berada di tempat ramai. Setelah lama dalam perenungan, akhirnya kutemukan kesamaan di antara kita; yakni terhadap karya seni. Namun jenis seni yang kami geluti pun ternyata berbeda. Tapi setelah menjalani banyak hal bersamanya, kini persoalan itu sudah tak lagi aku pusingkan. Meski tak ada kesukaan yang sama, namun sejak ikrar itu diucapkan, aku dan ia sepakat untuk tetap bersama dalam keadaan apapun.
Ia yang aku pilih saat itu, setelah banyak kisah aku lewati dengan sangat begitu melelahkan, bahkan hingga nyaris menyerah. Jika kusebut, ia adalah pilihan terakhir, rasanya begitu terkesan berlebihan. Namun, nyatanya Tuhan menutup segala pintu yang terbuka saat menghadirkannya di hadapan mataku. Tanpa basa-basi, segala bentuk keputusan disepakati hingga akhirnya terjadi kita sampai saat ini yang sudah berbuah hati.
Suatu malam, aku merehatkan tubuh dari segala bentuk aktifitas yang melelahkan. Aku duduk di atas bangku kayu yang ia buat seadanya dan diletakkannya di halaman belakang rumah. Rumah sederhana yang ia hasilkan dari jerih payah bekerja dan berjualan, kadang juga mengantar orang-orang di luar sana melalui aplikasi ojek online. Terlintas banyak hal dalam pikiranku, perihal bayangan masa lalu ataupun bayangan masa depan yang entah menjadi angan penuh harapan atau bahkan mungkin ketakutan.
Bayangkan bila ini adalah tentang masa lalu di masa depan. Kita yang akan dengan tapi, berbincang saja dulu. Kita menikmati secangkir teh bersama dengan tiga buah ubi rebus sisa makanan di siang hari. Malam hari selalu jadi malam khusus untuk kita saling berbicara mengungkapkan isi hati dan segala gumpalan yang terpendam karena rutinitas. Hal ini kita lakukan untuk saling memecah diri agar tidak pecah di waktu yang tidak terkendali.