[7 tahun yang lalu]
Sebuah perkenalan terjadi di dalam kedai kopi bernuansa vintage. 12 orang berkumpul, duduk lesehan tanpa alas membuat lingkaran tak beraturan. “Perkenalkan, nama saya Adrea Putri Delmara, panggil saja Rea. Saya seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang berusaha menyelesaikan skripsi saya, meski tak kunjung selesai,” ujarku dengan panjangnya diakhiri senyum tipis yang sedikit malu-malu. Semua pun tertawa sembari bertepuk tangan menyambut tingkah konyolku yang meladeni permintaan Bang Wira, sosok tertua yang ada di dalam komunitas sastra yang aku ikuti bernama “Akarasa”. Mayoritas dari mereka jauh di atas usiaku, meski beberapa orang ada yang seumuran. Entah mengapa, aku lebih sering menjadi bulan-bulanan mereka yang selalu begitu, menggodaku dengan segala bentuk candaan yang sering tak bisa aku hindari.
Akarasa diambil dari bahasa sanksekerta, yaitu aksara yang berarti wujud atau rupa, dan digabungkan dengan kata rasa, dalam hal ini perihal perasaan yang berkaitan dengan hati juga jiwa. Akarasa dibuat oleh seorang wanita bernama Kinanti bersama Bang Wira yang merupakan teman seperjuangan saat mereka kuliah di satu kampus yang sama meski beda fakultas. Usia mereka sudah cukup matang, jauh di atasku. Kemampuan serta selera seninya begitu membuatku takjub, hingga akhirnya mereka menjadi model sekaligus guru bagiku yang memang suka berseni dan sastra sejak usia belia.
Sebab pertemuan itulah aku berkelana, baik sebatas jiwa maupun nyata melalui karya yang didapat dan dihasilkan dalam bentuk tulisan pendek juga panjang. Buku-buku dan film juga pertunjukkan-pertunjukkan teater menjadi kesenangan, entah hanya untuk menjadi hiburan atau sebagai bahan untuk aku berbincang bersama kawan-kawan komunitas saat kami berdiskusi baik dalam sebuah aplikasi daring maupun saat tatap muka.
Beberapa acara kecil dibuat untuk saling berbagi ilmu serta pengalaman di ranah seni secara umum, juga di ranah sastra yang membahas banyak hal. Banyak ilmu baru di luar sastra yang aku dapatkan setelah bergabung bersama komunitas Akarasa. Akhirnya aku tahu bagaimana menggubah karya tulis ke dalam bentuk visual, seperti cerpen yang dijadikan film pendek misalnya. Atau juga menciptakan sebuah musik untuk mengiri puisi, lalu membuat lukisan baik menggunakan media kanvas atau digital, membuat desain gambar untuk sebuah ilustrasi cerita yang kita buat, itu selalu disampaikan oleh Bang Wira juga Mbak Kinanti. Begitu banyak ilmu baru yang menyenangkan bagiku, yang lebih menyenangkan lagi aku dapat bonus seorang kekasih.