“Aku baru tahu satpam sekolah kita baik hati begitu.” Ucap Lily sambil melangkahkan kaki menuju aula sekolah. Sarah tidak menjawab pernyataan Lily, Ia hanya mengangguk seraya menggumam tidak jelas. Lily menoleh menatap Sarah dengan heran. “Kamu kenapa diem gitu? Tadi di luar cerewet.”
“Panas, Ly. Padahal masih pagi gini kan.” Sarah mengibas-ngibaskan tangannya seperti kipas.
Lily menatap kearah belakang dengan heran, kemudian berbalik menatap kearah aula yang berada tidak jauh dari tempat mereka sedang berjalan sekarang. “Asal kamu tahu saja, kita jalan tidak sampai lima ratus meter lho.”
Sarah tertawa sumbang, Ia pun mengentikan langkahnya dan diikuti oleh Lily. Sarah menyilangkan kedua lengannya di depan dada dan menatap Lily. “Dan, asal kamu tahu juga, berbicara sambil berjalan itu akan mengurangi energi tubuhmu lebih banyak dari biasanya. Dan, oh, demi Tuhan, sekarang masih pagi tapi hawanya sudah panas, jadi ayo, kita harus cepat-cepat masuk ke aula sebelum ketahuan orang-orang dan kita juga bisa mati kehabisan energi di sini.” Jelas Sarah sambil memegang dan menarik pergelangan tangan kiri Lily. Mendengar hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa Sarah membuatnya tertawa.
Sarah lebih dulu memasuki aula dan langsung mengipasi dirinya sendiri menggunakan telapak tangan kanannya. “Tuh kan, pepatah yang mengatakan lebih cepat lebih baik itu memang benar adanya.” Ucap Sarah tiba-tiba. Lily hanya tersenyum dan mengangguk setuju seraya memasuki aula sekolahnya. Benar juga, Ia cukup merasakan panas di pagi ini. Sejenak, Ia mengedarkan pandangannya sambil mengibas-ngibaskan rambutnya yang tergerai bebas. Tengkuknya sedikit berkeringat.
Tiba-tiba Lily melihat sosok manusia yang menjulang tinggi di seberang aula, dekat podium di pojok aula. Sosok itu terlihat sedang mengecek microphone sambil sesekali menunduk mengecek sound system. Lily tertegun. Kedua bola matanya seketika melebar. Sarah melihat tingkah aneh si Lily dan mengikuti arah pandang Lily. Sama halnya dengan Lily, Sarahpun ikut terkejut. Tanpa aba-aba, Lily dan Sarah memutar badan dan hendak berjalan, namun kaki mereka terhenti karena panggilan itu. Mereka terpaksa mengurungkan niat untuk kabur. Ya, kini sudah terlambat.
Pak Maki.
Lily dan Sarah mendesah pasrah. Mereka membalikkan badan kembali kearah posisi Pak Maki Sekarang. Tidak ada hal lain yang dapat mereka lakukan kecuali hanya tersenyum pahit.
What a beautiful day. Maki Lily dalam hati.
Pak Maki meminta Lily dan Sarah mendekat dengan telapak tangan kirinya. Akhirnya, dengan pasrah merekapun mendekat. “Bapak butuh penjelasan.” Sebelas alis Lily terangkat. Kepala Sarah miring tanda tidak mengerti. “Secepatnya.” Lanjut Pak Maki dengan tidak perduli dengan tatapan bingung dari dua murid yang kini sedang berada di depannya.
“Ehm, penjelasan tentang yang mana ya, Pak?” Tanya Lily dengan nada takut berniat mengulur waktu demi sebuah keajaiban bel istirahat segera berbunyi.
“Kalian yang tiba-tiba berada disini saat kelas sedang berlangsung. Dan, ini masih pagi, jika kalian sedang lupa waktu.” Jelas Pak Maki.
“Anu, Pak. Tadi itu, tadi…” Ucapan Sarah terhenti, sedang konsentrasi menentukan jawaban dari berbagai alternatif jawaban yang ampuh untuk menghindari amarah Pak Maki dalam otaknya. Pak Maki menyipitkan matanya dengan curiga.
“Mencari bola basket, Pak.” Cela Lily dengan cepat ketika secara tidak sengaja Ia melihat bola basket yang berjejer rapi dalam rak. Sarah memandanginya terkejut. Lily mulai ngawur, pikir Sarah.
Pak Maki menatap kedua siswa tersebut dari ujung kepala sampai ujung kaki dan kembali lagi menatap ke kepala. “Sudah jelas kalian sedang tidak dalam kelas olahraga.”
“Memang bukan.” Aku Lily cepat seraya mengibaskan kedua tangannya. “Kami kesini bertugas untuk mengambil bola basket untuk mencoba pola parabola di kelas Fisika, Pak.” Jelas Lily dan Ia dapat melihat dengan jelas dari ujung matanya bahwa kini Sarah sudah mulai mengerti arah pengakuan yang akan dimainkan oleh Lily.
Namun, tampaknya Pak Maki tidak dapat percaya dengan cepat begitu saja. “Oh ya? Lalu mengapa kalian tiba-tiba berbalik pergi saat kalian melihat bapak ada disini?”
Bagai disambar petir, Lily dan Sarah terkejut. Mereka tidak akan mengira pertanyaan itu yang akan keluar. “Kami? Seperti itu? Hahaha… mungkin hanya perasaan bapak saja.” Jawab Sarah cepat.
Pak Maki menggelengkan kepalanya. “Bapak percaya apa yang bapak lihat.”
“Ehm. Itu, anu, Pak. Kami tadi kebetulan sedang berniat akan ke kantin belakang mumpung dekat, soalnya panas sudah jalan jauh dari kelas kami di lantai atas menuju kesini.” Jawab Sarah.
“Kenapa kalian lama sekali ambil bolanya?” Suara laki-laki dari arah belakang mereka secara tiba-tiba ketika Pak Maki baru akan membuka mulut untuk menanggapi Lily dan Sarah. Mereka membalikkan badan untuk melihat, dan terkejut. “Bu Kinan lumayan lama menunggu jadi aku datang kesini untuk menyusul kalian. Keterlaluan sekali.” Ucap laki-laki itu. Laki-laki itu menatap kearah Pak Maki. “Oh? Pak Maki? Maafkan aku, Pak. Tapi aku harus cepat-cepat membawa dua gadis ini ke kelas.” Lanjutnya.
---
Sarah melingkarkan kedua lengannya ke area leher Chandra. Chandra hanya terkekeh menahan keharuan yang ditampakkan Sarah kepadanya.
“Kalian berhutang budi kepadaku.” Ucap Chandra. Sarah balas tertawa.
Lily tertegun melihat kedekatan antara Sarah dan Chandra. Ia berusaha ikut tertawa senang tapi Ia yakin Ia justru kini terdengar sedang tertawa sumbang.
“Baiklah, baiklah. Kamu penyelamat kami hari ini.” Aku Sarah. “Oh, baiklah. Selalu menjadi malaikat penyelamat kami. Pernyataan itu yang kamu mau kan?” Lanjutnya saat melihat Chandra menyipitkan mata tidak setuju.
Lily berdekham sekilas. “Omong-omong, Ndra. Bagaimana kamu bisa berada disana? Dan, memang harusku akui, kamu luar bIasa berani, berani membohongi Pak Maki demi untuk menyelamatkan kami.”
“Yah, bIasa saja sih. Kebetulan tadi aku hendak ke kamar mandi terus lihat kalian berdua jalan kearah aula dengan tingkah mencurigakan, jadi kuputuskan menyusul kesana. Benar saja, ternyata ada hal menarik antara kalian dan Pak Maki disana. Romantis sekali.” Jelas Chandara.
“Kami tidak sedang melakukan hal romantis disana.” Ucap Sarah menyanggah ucapan Chandra dengan menekan kata ‘tidak’ dalam ucapannya.