Bel masuk sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, beberapa anak yang sudah menyelesaikan makan pun mulai mengeluarkan buku untuk materi pembelajaran selanjutnya. Namun, tidak ada tanda-tanda guru akan masuk ke dalam kelas untuk memulai pembelajaran. Pada akhirnya, ada seorang anak lelaki yang berinisiatif untuk mengambil alih dan membuat suasana kelas menjadi—
“Free class! Seharusnya kita bermain, hal seperti ini tidak boleh di sia-siakan!” pekiknya, anak lelaki itu duduk di lantai dan memberi intruksi pada teman-temannya untuk duduk melingkar
“Sial, Sean! Motivasimu jelek sekali,” ujar Rehan, anak lelaki itu mengangkat kakinya ke atas meja dan bersandar ke dinding, “Lebih baik kita tidur daripada bermain seperti itu,
Sean mengepalkan tinju ke udara, matanya memicing ke arah temannya yang sudah bersiap untuk memejamkan mata, “Kau tak lebih payah dariku!
“Aku ikut!” pekik Fara, gadis itu mendekati Sean dan duduk di sampingnya, “Bagaimana cara bermainnya?"
“Hei, kalian benar-benar mau bermain?” Rehan segera bangkit dari kursinya dan ikut bergabung bersama mereka, anak lelaki itu mengambil posisi di sebelah Fara—menatap gadis itu lalu melanjutkan, “Kau pernah memainkannya?
“Belum,” sahut Fara, “Tapi aku benar-benar bosan. Jadi sepertinya lebih baik jika aku bermain sebentar,
“Hmm…” Rehan menatap kartu-kartu yang berada digenggaman Sean, “Apa itu?
“Werewolf,” sahut Sean.
Anak-anak yang lain mulai mengatur posisi, Sean membagikan kartu dan permainan pun dimulai. Fara yang merupakan anak peringkat pertama di kelas dan termasuk murid teladan, ternyata mendapat peringkat terakhir—alias permainannya sangat buruk. Gadis itu selalu kalah dan mudah sekali ditebak
“Ini pertama kalinya aku bermain, setidaknya kalian berpura-pura bahwa aku sudah jago dan membiarkan aku untuk menang,” gerutu Fara seraya membuka kartunya, yang merupakan pertanda bahwa permainan usai karena kekalahannya
“Kalau begitu, berpura-puralah bahwa kau bodoh dan membiarkan anak-anak lain merebut peringkat satu milikmu itu,” sahut Sean
“Hei—“ protes Fara
“Maaf Nona, tidak baik jika hidup dalam kepura-puraan. Daripada harus seperti itu, lebih baik mendengarkan tips dariku,” Sean tersenyum seraya mengedipkan sebelah matanya, anak lelaki itu hendak melanjutkan perkataannya ketika seorang temannya yang bernama Faruq, menyela
“Memangnya kau tak pernah bermain seperti ini?” tanyanya, anak lelaki itu sebenarnya tidak heran ketika melihat Fara menggeleng. Dia sudah menduganya. Gadis itu terkenal sebagai Si Jenius yang meraih nilai tertinggi selama dua tahun berturut-turut di angkatan kelas mereka
“Hei, biarkan aku memberikannya tips,” protes Sean
“Saran dariku, bisa-bisa peringkatmu turun dan kau akan menjadi bodoh sepertinya jika kau mendengarkannya,”
“Tidak ada yang salah dengan peringkat sepuluh besar!”
“Bagimu sepuluh besar adalah posisi yang bagus, tapi benar-benar mengancam untuk Fara,” sahut Chelsea, yang merupakan sahabat Fara