CHELSEA POV
Chelsea bertemu dengan Fara sesaat setelah dia keluar ruangan, gadis itu digiring menuju tempat evakuasi bersama siswa-siswi yang lain. Dengan segera, mereka dipulangkan dan para guru memberikan arahan agar tidak panik namun tetap bertindak cepat.
“Masih ada puluhan anak di dalam sana!” pekik seseorang di kejauhan.
“Di sana! Mereka terjebak di lantai lima!”
“Beberapa ada di gedung seberang!”
“Di mana truk pemadam yang lainnya? Mengapa mereka lama sekali!”
Satu persatu anak ditemukan, dan mereka pulang secara bertahap. Chelsea, Fara, dan Faruq mengiyakan instruksi para guru namun mereka masih terdiam dan berdiri di jarak aman.
Beberapa saat yang lalu, Chelsea tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Rasanya seperti mustahil, kebakaran terjadi sangat cepat dan hal tersebut dikarenakan air yang tak sengaja ditumpahkannya. Api yang merembet dengan sangat cepat, dan bukan hanya kelasnya saja yang terbakar melainkan beberapa kelas bahkan sampai gedung seberang pun juga ikut terbakar. Hal tersebut sangat mustahil untuk disebabkan oleh satu orang saja.
Awalnya Chelsea berusaha optimis bahwa teman-temannya akan selamat. Namun sudah satu jam berlalu dirinya menunggu, tidak ada tanda-tanda dari kedua temannya. Beberapa anak mengalami cedera dan luka saat diselamatkan, tapi setidaknya mereka berhasil hidup dan melewati kobaran api yang semakin dahsyat. Gadis itu jatuh terduduk, dia merasa benar-benar hancur melihat api yang berkobar di hadapannya.
“Maafkan aku… maafkan aku!” raung Chelsea, gadis itu menangis sekuat tenaga. “Ini salahku! Seharusnya aku tidak melakukannya!”
Fara dan Faruq berusaha untuk menenangkannya, para guru juga menyuruhnya untuk berdiri dan bergegas untuk pergi. Namun gadis itu tetap diam di tempatnya dan menangis tanpa henti.
“Andai aku tidak menumpahkan air tersebut, andai saja aku tidak mengganggumu.” Chelsea mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih, gadis itu terus mengatakan hal yang sama berkali-kali seraya menunduk menatap tanah.
“Hei…hei… lihatlah aku, lihatlah…” Fara mengusap pundak gadis tersebut dan mendekatkan wajahnya ke hadapannya. “Kita bisa pikirkan itu nanti, sekarang kita harus pergi karena akan berbahaya jika kita terlalu lama di sini. Lagipula, Chelsea. Tumpahan air takkan menyebabkan kebakaran sehebat ini.”
“Kurasa memang ada suatu kesalahan atau korslet, mungkin? Yang menyebabkan kebakaran ini terjadi. Aku tahu kau merasa khawatir, karena aku juga khawatir. Tapi hal yang bisa kita lakukan sekarang adalah menunggu,” kata Faruq, anak lelaki itu berdiri di depan Chelsea—mengulurkan tangan dan menunggu gadis itu bangkit. “Ayo, kita harus menepi sekarang. Akan repot jika petugas pemadam harus mengurusi kita juga, karena pekerjaan mereka sekarang pun sudah berat.”
“Chel—“ Fara menyampirkan rambut Chelsea yang menutupi wajahnya, gadis itu merapikannya dan membantu Chelsea untuk berdiri.
“Ya,” Chelsea menerima uluran tangan Faruq dan berdiri dengan Fara yang memeluknya dari samping. Gadis itu menelan ludah dan menatap gedung sekolah yang masih dilalap api.
“Ayo.” Fara mendorong pundak Chelsea dengan lembut.