CHELSEA
Chelsea tidak tahu mengapa tiba-tiba Rehan dan Faruq menghajar Sean tanpa menjelaskan sesuatu. Mereka hanya mendatangi anak lelaki tersebut lalu BUK..BUK.. dan terjadilah perkelahian. Gadis itu jelas terkejut, terlebih posisi mereka berada di turunan tangga—posisi yang sangat tidak bagus untuk memulai sebuah perkelahian.
“Hentikan!” teriak Fara yang segera menarik Rehan untuk menjauh. Melihat temannya kewalahan, Chelsea pun membentak mereka dan berdiri di tengah-tengah Sean dan Rehan agar mereka tidak bisa melayangkan tinju. Setelahnya, Fara pun mengajak mereka berlima untuk kembali ke ruang Kimia yang berada di lantai tiga dan gadis itu mulai menjelaskan alasan mengapa kedua temannya begitu marah dan menuduh Sean.
Petunjuk ini memang lumayan menjebak batin Chelsea, ketika gadis itu menemukan angka 19 yang dimaksud dengan huruf S, lalu tulisan emergency yang dicoret pada bagian C dan diganti menjadi S. Lalu yang terakhir, kertas mengenai ‘Raja Permainan’—julukan yang sangat Sean banggakan terhadap dirinya. Kalau yang melihat hal seperti itu adalah orang lain dan bukannya teman dekat, mereka pasti akan berpikir jika Sean pelakunya—terlebih jika disangkutpautkan dengan kejadian sebelum kebakaran. Namun, Rehan dan Faruq adalah teman baik Sean. Mereka adalah teman dekat. Rasanya sangat konyol menyalahkan seorang teman yang sama-sama terjebak dalam permainan seperti ini. Tidak ada orang yang cukup gila untuk membuat permainan yang mempertaruhkan satu sekolah seperti ini.
Mempertaruhkan satu sekolah.
Gadis itu teringat kilas balik ketika dirinya diajak untuk masuk ke ruang operasional oleh Hansel, anak kepala sekolah yang sangat populer karena sikapnya dan paras wajahnya. Chelsea sendiri hampir terkejut ketika mendapati Hansel menyuruhnya untuk bertemu dan yang lebih mengejutkannya lagi—masuk ke dalam ruang operasional yang terlarang. Di sana Hansel membicarakan beberapa hal yang membuatnya bingung, anak lelaki itu bahkan melakukan sesuatu pada jaringan listrik dan benda-benda asing lain yang tidak diketahui Chelsea. Anak lelaki itu berkata jika dia harus memperbaiki beberapa hal di dalam sana untuk memperlancar kegiatan.
Awalnya Chelsea tidak ambil pusing soal itu, gadis itu hanya disuruh untuk menemani Hansel hingga anak itu menyelesaikan pekerjaannya. Namun saat ini Chelsea memikirkan maksud dari perkataan anak lelaki tersebut. Hansel berkata dia harus memperbaiki beberapa hal untuk memperlancar kegiatan. Kegiatan apa?
“Apakah kita harus kembali ke dalam tangga darurat dan menelusurinya lagi?” tanya Faruq, anak lelaki itu tampaknya sudah tidak menyimpan dendam kepada Sean. Chelsea kagum terhadap sikapnya yang mudah untuk mengatur emosinya seperti itu, berbeda dengan Rehan dan Sean yang masih terlihat tegang satu sama lain. Rehan itu temperamental dan Sean—ketika dia marah, dia takkan ragu untuk menghabisi lawannya. Gadis itu memperhatikan Rehan yang berdiri di belakang Fara yang berbicara pelan padanya, meredam amarahnya. Melihat anak lelaki itu membuat Chelsea teringat mengenai pembicaraan mereka saat di rooftop, tepatnya sehari sebelum kebakaran itu terjadi.
“Apa?” tuntut Rehan yang masih terlihat kesal kepada Chelsea, anak lelaki itu bahkan tidak berniat untuk bersikap baik saat ini.
“Aku teringat saat kita di rooftop,” sahut Chelsea seadanya, gadis itu merasakan dorongan untuk membicarakan hal yang ada dipikirannya sebelum dirinya lupa.
“Apa yang kalian lakukan di sana?” tanya Fara dengan nada curiga, Chelsea hampir merutuki dirinya sendiri karena berbicara setengah-setengah dan membuat temannya bingung—bisa dibilang agak cemburu.
“Kejadian saat kau masuk ke ruang operasional bersama Hansel, maksudmu?” tanya Rehan, anak lelaki itu tampaknya tertarik dengan pembukaan diskusi tersebut. Raut wajahnya terlihat seperti baru menemukan fakta baru. “Tunggu sebentar, aku jadi berpikiran seperti ini. Kalau dilihat secara seksama, gedung tengah mengalami kerusakan yang paling parah dan hal tersebut terjadi karena ruang operasional berada di gedung tersebut. Kalau dugaanku benar, ruang operasional itu—“
“Sengaja dirusak,” timpal Chelsea, dugaan Rehan memang benar karena gadis itu merupakan saksi mata—dia melihat Hansel mengotak-atik kabel-kabel dalam ruangan tersebut.
“Sebentar,” sahut Fara, gadis itu tampaknya terguncang, “Di gedung tengah merupakan gedung yang berisi ruangan-ruangan utama atau bisa dikatakan ruang penting.”
“Maksudmu Hansel punya dendam kesumat pada ayahnya lalu BOOM! Meledakkan ruangan ayahnya sendiri seperti buang angin?” tanya Sean, anak lelaki itu akhirnya membuka mulutnya lagi.
“Ruang kepala sekolah dan ruang guru merupakan tempat yang memiliki penyimpanan dan data paling banyak. Data-data penting. Jika Hansel adalah pelaku dari kebakaran ini, mungkinkah dia berusaha untuk—“
“Melenyapkan data-data tersebut,” Fara memotong pembicaraan Rehan.
“Tapi mengapa?” tanya Faruq.
“Chelsea—“ Rehan menatap mata gadis itu dengan seksama, “Sepertinya kau benar-benar harus menjelaskannya padaku—pada kami sekarang juga. Ceritakan pada kami kejadian saat kau bertemu dengan Hansel.”
“Apa yang terjadi? Kapan kau bertemu dengan anak itu?” tanya Faruq, tampaknya anak lelaki tersebut kurang memperhatikan sejak awal.
Awalnya Chelsea merasa dia harus mengatakannya karena hal ini bisa saja menjadi sebuah petunjuk lain mengenai pelaku. Namun ketika Rehan menyuruhnya untuk bercerita, tiba-tiba saja dirinya merasa gugup dan takut—seolah-olah dirinya adalah pelaku dari kebakaran sekolah. Setelah menenangkan diri selama beberapa saat, akhirnya dia pun angkat bicara.
“Aku masuk ke dalam ruang operasional bersama Hansel, sehari sebelum kebakaran itu terjadi.”
Suasana menjadi hening, semuanya tampak terkejut terkecuali Rehan yang memang sudah mengetahui kebenarannya. Mereka semua terdiam—menunggu Chelsea untuk melanjutkan omongannya.
“Hansel memanggilku tiba-tiba melalui handphone dan menyuruhku untuk pergi menemuinya. Hal yang membuatku bingung adalah, mengapa harus aku? Seingatku, aku tidak pernah terlalu dekat dengannya—hanya sebatas teman yang saling menyapa di beberapa kesempatan saja.”
“Dia memanggilmu bukan untuk mengajakmu pacaran dan semacamnya, kan?” tanya Sean.
“Simpan rasa cemburumu untuk nanti, bocah.” sahut Faruq, anak lelaki itu mempersilahkan Chelsea untuk melanjutkan ceritanya.
“Dia mengajakku untuk masuk ke ruang operasional. Awalnya aku enggan, namun Hansel menyuruhku untuk bergegas masuk karena kami bisa tertangkap dan dihukum jika ketahuan. Tanpa berpikir panjang, aku langsung masuk dan bodohnya aku baru teringat bahwa sekolah kita memiliki CCTV yang mengitari ruangan tersebut setelah masuk ke sana. Saat itu aku tidak tahu alasan mengapa dia mengajakku ke sana, tetapi sesampainya di sana kami melakukan sesuatu.”
“Tolong jelaskan saja secara cepat,” timpal Sean, anak lelaki itu tampak sedikit gusar, “Jangan bilang kau melakukan permainan mengikat kabel-kabel menjadi sebuah pita yang cantik dan mengguntingnya menjadi beberapa bagian?”
Chelsea terdiam, anak lelaki itu memang tahu cara yang mudah nan konyol untuk membicarakan sesuatu yang menegangkan. Butuh waktu jeda beberapa detik sampai akhirnya gadis itu menjawab, “Ya.”
“Apa?” tanya Sean, ingin memastikan jawaban dari gadis tersebut. Chelsea pun menjelaskan hal-hal yang dilihatnya di dalam sana, Hansel yang melakukan sesuatu pada jaringan dan perkataannya mengenai memperbaiki beberapa hal di dalam sana untuk memperlancar kegiatan.
“Maksudnya kegiatan meledakkan seantero sekolah dan hampir membunuh banyak orang?” tuntut Sean.
“Sean—“ kata Chelsea.
“Apa? Aku hampir mati karena kebakaran itu, terbangun di tempat yang asing dan baru beberapa saat yang lalu aku dituduh sebagai pelaku kejahatan. Mengapa tidak kau katakan sejak awal?”
“Aku tidak menyadari bahwa hal tersebut berkaitan. Aku baru menyadarinya setelah kalian bertengkar dan tiba-tiba saja pemikiran itu muncul. Tetapi yang membuatku bingung adalah mengapa Hansel memberikan identitasnya semudah itu padaku jika memang dia yang benar-benar melakukan kebakaran ini?” tanya Chelsea.