Simulakrum

Dinda Ratri
Chapter #3

Misi Mike

Pesanan-pesanan sudah mulai datang. Dalam waktu dua puluh lima menit pertama pertemuan Mike dan Dita, pembahasan dimonopoli urusan bisnis D&D dan melakukan ghibah tentang apa yang akan dilakukan oleh para managerial. Pemikiran Mike yang jauh lebih muda dibandingkan deretan manajer yang lain tentunya dianggap bertentangan dan beresiko. Saat ini sudah lima menit berlalu sejak Mike mengeluhkan tentang kebijakan Tenaga Kerja Asing yang tak sesuai di perusahaan ini.           

“...kalau dinalar, sebenarnya kita bisa mengirimkan tenaga kerja kita untuk membentuk tim di Korea. Tim manajerial kita terlalu kolot menganggap bahwa resikonya terlalu besar, padahal kita memiliki kesempatan yang besar untuk mengembangkan kemampuan teman-teman disana. Human resources itu ya Dit,” Mike meneguk es teh tawar nya tanpa mengindahkan sedotan yang tergeletak tak berdaya bertanya apa gunanya di samping gelas,”nggak melulu masalah orang aja, tapi juga teknologi dan kebijakan yang menguntungkan semua pihak. In my opinion, semua pihak itu bukan dua company aja lho, tapi juga teman-teman yang kita berdayakan.”

“Saya paham arah pembicaraanmu Mike, tapi kita selama tidak ada manajerial muda yang duduk di lingkaran para tiyang sepuh di atas sana, busa-busa di mulutmu itu ya bakal sia-sia,” jawab Dita santai.

Dita sudah terbiasa mendengarkan julidan Mike tentang para pengampu perusahaan sejak dulu. Bahkan proyek tempat mereka berkenalan empat tahun lalu adalah perjudian hidup mati anggota timnya. Mike adalah seorang visioner yang melihat adanya peluang dari industri kpop di tanah air. Ia memberikan proposal kepada petinggi perusahaan untuk memasukkan iklan-iklan dengan idol kpop sebagai bintangnya serta mengimpor barang-barang dari Korea Selatan. Tentunya hal itu menjadi perdebatan, Mike tidak mendapatkan dukungan yang diinginkan. Mike semakin keras kepala dan membuat tantangan bahwa proposalnya akan berhasil. Saat itu ia hanya didukung oleh atasannya langsung yang menyuruhnya membuat tim mandiri untuk pelaksanaan proposal itu. Mike, dengan bermodalkan insting dan kemampuan pesonanya, mencari sendiri partner tim nya yang rela menghadapi resiko untuk jatuh bersama dalam pemecatan. Salah satunya yang jatuh ke dalam jeratan itu adalah Dita.           

Untungnya proposal mereka sukses, Mike bolak-balik ke Korea Selatan untuk meyakinkan perusahaan di sana agar memberikan kesempatan bagi mereka. Kemampuan negosiasi dan bahasa Korea yang dimiliki Mike, jelas sangat membantunya untuk menciptakan peluang itu. Setelah melakukan perencanaan dan dua minggu negosiasi, tanda tangan kesepakatan diberikan. Sebelumnya mereka sudah mencoba melempar ke pasar untuk melihat reaksi masyarakat. Walaupun tidak begitu signifikan, tetapi efek dari kpop tampak memberikan hasil. Tak lama saat mereka menjual produk dulu di pasar dengan melakukan marketing di acara-acara off air tentang Korea, gayung bersambut, mulai banyak yang kontak untuk membeli produk dan dipamerkan di acara mereka. Hingga puncaknya, tim Mike menjadi sponsor utama sebuah konser kpop dream di Jakarta.           

Semua proses itu mengembalikan reputasi mereka yang dicela selama enam bulan ke dalam genggaman. Seluruh anggota tim mendapatkan kenaikan pangkat dan perusahaan mulai membelok ke arah industri yang bersebelahan dengan industri Korea Selatan. Tim mereka pun akhirnya berpisah agar seluruh inti perusahaan memahami konsep industri Korea Selatan. Saat itulah kali terakhir Dita bertemu dengan Mike selain melalui whatsapp.           

“Nah, karena itu Dit, saya ingin memberikan misi untukmu,” kata Mike menatap Dita lurus.           

“Misi apaan?” tanya Dita yang masih memegang sumpit dengan sushi di ujungnya.           

“Atau mungkin lebih tepatnya minta tolong, tapi kamu tahu sendiri kalau saya bisa semuanya ingin saya kerjakan sendiri.”           

“Sudah, bilang saja, apa misinya, kalau memang saya bisa nanti saya kerjakan, kalau nggak bisa ya saya bilang nggak bisa.”           

“Tapi saya yakin cuma kamu yang bisa Dit untuk misi ini,” sambungnya lagi. Kali ini Mike sudah tampak berputus asa. Dita meletakkan sumpitnya perlahan, meminum segelas ocha hangat dan mulai mendengarkan dengan lebih fokus.           

“Oke, makanya jelaskan misi apa yang kamu butuhkan dan cuma saya yang bisa kerjakan, kenapa harus saya dan kapan harus dilakukan. Tell me shortly, will you,” kata Dita.

Mike menghela nafas, dia benar-benar tidak ingin memohon. Pria keras kepala ini sudah menyadari keterbatasan diri sepertinya.           

“Saya butuh kamu berangkat ke Korea.”           

Lihat selengkapnya