Di gerbang Orin, sekumpulan kontraktor berdiri mematung mendengar semua teriakan dan suara senapan dan raungan naga yang terpancar dari pesawat radio. Alat komunikasi Pak Dede masih tersambung, dan dengan setia meneruskan semua tragedi itu ke telinga para kontraktor. Sekitar setengah menit kemudian komunikasi terputus, dalam keadaan teriakan dan kekacauan yang masih berlangsung. Tama, yang tadi berkomunikasi dengan Pak Dede, berdiri gemetar di depan radio. Beberapa pria, dengan postur tubuh dan seragam hitam-hitam yang sama dengan para pria di bus, ikut mengeluarkan keringat dingin di belakang Tama.
Tama mencoba berpikir dengan tenang. Dari yang ia dengar tadi, ada lima ekor naga penjelajah dan mungkin ada satu naga prajurit. Dengan sistem pertahanan di gerbang dan jumlah personel yang ada sekarang, seharusnya mereka bisa bertahan apabila kawanan naga itu akhirnya mencapai gerbang. Yang penting mereka bisa menjalankan protokol yang sudah disiapkan.
Tama berbalik menghadap kawan-kawannya yang masih mematung dan berbicara dengan tenang. “Jadi ada beberapa naga menyergap bus kompi bantuan dari kota Ego. Mungkin naga-naga itu sekarang dalam perjalanan menuju ke sini. Namun kita harus tenang, dengan jumlah kontraktor yang ada di sini hari ini, saya yakin kita bisa..” belum selesai Tama berbicara kawan-kawannya sudah membubarkan diri berlari ke berbagai arah.
“Naga sudah dekat!” Teriak seorang kontraktor sambil berlari panik.
“Jarad, buka jendela, keluarkan sibat!” Teriak seorang kontraktor sambil berlari ke salah satu menara di gerbang.
“Mono, buka semua jendela, bangunkan Jovi, ambil semua peluru!” Teriak seorang lagi sambil memanjat menara sebelah timur.
“Hei tunggu, jangan bukan jendela dulu, kita tidak perlu memancing naga ke sini!” teriak Tama mencoba mengatur rekan kontraktor.
“Miska, siapkan penguat pukulanku!” teriak seorang kontraktor yang masih berada di dekat Tama. Ia bersiap beranjak dari tempat itu sebelum tangan Tama menggapai pundaknya.
“Rojo, tolong dengarkan dulu, kebisingan kita akan memancing semua naga itu ke sini!” kata Tama sambil mencegah Rojo berjalan.
Rojo mengibaskan tangan Tama sembari menghardik. “Biarkan saja semua naga ke sini! Kita hajar mereka semua di sini!” Teriak Rojo disambut beberapa suara meng-iya-kan dari atas gerbang. “Kau boleh jadi koordinator kontraktor sekarang, Tama. Dengan segala gambar elang di lenganmu. Tapi buatku, kau cuma seorang Tama. Tidak lebih.” Pungkas Rojo sebelum berlari ke menara di sebelah barat.
“Aku tahu kalian emosi, tapi kita harus menghadapi mereka dengan strategi!” Teriak Tama ke semua kontraktor yang berada di gerbang. Tidak ada yang merespon.
“Sesuatu berjalan dengan kencang menuruni bukit arah jam 2!” Tiba-tiba terdengar teriakan seorang kontraktor dari atas menara. Tidak lama terdengar suara senapan meletus tanpa komando dari menara lain.
“Sial!” Kutuk Tama sambil berlari ke pintu masuk salah satu menara.
Tama berkelebat menaiki tangga dalam menara itu untuk sampai ke landasan penghubung antar menara. Tama membuka salah satu jendela baja, lalu melihat sebuah objek meluncur dalam kecepatan tinggi ke arah dinding pelindung kota. Debu pasir yang mengepul membuat Tama sulit mengenali objek itu. Begitu juga para rekan Tama sesama kontraktor.
“Apa itu?” Tanya seorang kontraktor sambil memicingkan matanya.
“Pasti naga. Lihat cepat sekali langkahnya.” Jawab kontraktor di sebelahnya. Ia langsung mengeluarkan senjata. “Ayo kita habisi dia!”
Kontraktor di sebelahnya mengeluarkan senjata juga, dan mereka mulai menembaki objek itu.
“Hei, jangan tembak dulu!” Teriak Tama. Tentu saja instruksi Tama yang tertutup rentetan suara tembakan kembali diacuhkan.