Sinar untuk Genta

Rika Kurnia
Chapter #19

Bab Delapanbelas - Ulang Tahun

Suasana terlihat berbeda pada halaman belakang rumah Genta pada malam ini. Dekorasi elegan yang terpasang di setiap sudut halaman. Kolam renang yang ada juga sudah dihiasi dengan lampu hias yang berwarna warni. Tak lupa juga tulisan selamat ulang tahun terpampang di sana. Hari ini adalah ulang tahun Genta yang ke-19. Suasana tidak begitu ramai tetapi banyak tersaji sajian mewah yang tertata rapi pada meja-meja panjang mengitari area halaman. Di salah satu sudut terlihat Genta tampak duduk gelisah dan berulang kali melihat jam di pergelangan tangannya. Raut wajah cowok itu tampak cemas, kemudian dia bangkit berdiri dan hendak meninggalkan acara. Di samping Genta terlihat Bela yang terus memerhatikan gerak-gerik Genta, kemudian mencekal tangannya untuk menghalangi kepergiannya.

“Elo mau ke mana?” tanya Bela kesal. 

“Gue harus pergi dari sini,” jawab Genta yang menepis cekalan Bela.

“Ke mana? Ke acaranya cewek buta itu?” tanya Bela sinis.

“Jangan asal ngomong lo, ya! Sekali lagi gue denger elo bilang begitu tentang Sinar, gue enggak akan tinggal diam!” bentak Genta dengan amarah. Dia bergegas hendak pergi. Yoga dan Sinta yang berada tidak jauh dari sana segera menghampiri.

“Kamu mau menemui gadis tunanetra yang pernah datang ke rumah waktu itu?” tanya sang papa dengan nada tidak suka. Genta pun terdiam, dia kebingungan mencerna pertanyaan dari Yoga. “Sinar pernah ke rumah? Kapan?”

“Iya. Dia pernah ke rumah untuk menemui kamu. Tapi papa meminta dia untuk tidak mencari kamu-kamu lagi,” kata Yoga sambil bersidekap. Pria itu mengamati ekspresi yang keluar dari gestur tubuh anaknya. Genta marah saat mendengar jawaban Yoga, tanpa sadar dia mengepalkan tangannya.

“Kenapa?”

“Kamu dan dia tidak akan pernah bisa bersatu. Bela yang seharusnya kamu perhatikan. Secepatnya kalian akan bertunangan.” Perkataan Yoga seolah sudah menabuhkan genderang peperangan bagi sang putra.  

“Pa, Genta udah besar dan bukan anak-anak lagi yang harus selalu menuruti kemauan kalian. Sudah berapa kali saya bilang kalau saya enggak mau menerima pertunangan itu. Sekarang atau kapanpun!” Setelah berucap demikian Genta melangkah pergi. Baru beberapa langkah, terdengar suara yang menghentikan langkahnya.

“Kamu akan menyesal karena sudah menentang papa.” Genta berhenti dan kembali menatap Yoga. Entah sampai kapan lelaki setengah baya itu selalu menentang keinginannnya. Selama ini Genta cukup patuh dengan segala aturan dan otoritas sang ayah. Namun, kali ini dia ingin memperjuangkan hidupnya, bukan di bawah tekanan Yoga.

 “Enggak. Saya yakin dengan pilihan saya. Saya enggak peduli sama semua yang akan papa lakukan ke saya. Saya tetap memilih hidup saya sendiri,” jawabnya tegas. 

Sementara sang mama yang melihat pertikaian antara dua lelaki yang sangat dicintainya itu perlahan mendekat ke arah Genta.

“Genta … tolong dengarkan papa sama mama, Sayang. Kamu enggak boleh bersama gadis itu,” ucap sang mama sambil mengelus lembut tangannya.

Genta perlahan melepas tangan sang papa. Dadanya sudah dipenuhi oleh amarah yang sedari tadi dia tahan.  

Lihat selengkapnya