Ruang rawat Sinar berubah menjadi suasana bahagia yang membuat orang-orang di sana terus tersenyum melihat keadaan Sinar sekarang. Mereka tidak bisa berhenti memandangi bola mata Sinar yang sudah bisa mengarah ke sesuatu dengan tepat. Tidak seperti sebelumnya. Sinar sendiri sangat bahagia dengan hadiah Tuhan yang tidak terduga ini. Wajahnya begitu semringah.
“Ibu pamit dulu ya, Nak. Besok-besok kamu harus segera main ke panti untuk bertemu anak-anak yang sudah lama menunggu kamu,” ujar Ruri. Dia memeluk Sinar yang terduduk di ranjangnya. Tidak lupa mengecup kening gadis itu penuh haru.
“Makasih ya, Bu. Sinar titip salam sama anak-anak panti, Mbak Eka, dan Mbak Novi.”
“Iya, Sayang. Kamu cepat pulih, ya.”
Sinar mengangguk. Sebelum benar-benar pergi, Ruri juga berpamitan ke Miranda, Riana dan Andin.
“Mah ...,” panggil Sinar. Riana pun mendekat ke sang anak.
“Ada apa, Sayang?”
“Sekarang kan, Sinar udah bisa lihat lagi. Keadaan mama juga udah pulih seperti sedia kala. Dan walaupun papa enggak bisa ada di sini sama kita, Sinar udah benar-benar mengikhlaskan papa. Jadi mama mau kan, maafin Mas Genta?”
Sangat cepat mata Riana berair. Tatapannya saat ini bisa jelas diartikan oleh Sinar kalau kebencian pada Genta yang ada pada mamanya itu mulai pudar.
“Iya, Sayang. Mama udah maafin Genta,” ucap Riana seraya dengan lolosnya air mata ke pipi. Hal itu juga terjadi pada Miranda dan Andin yang tampaknya juga akan menangis sebentar lagi.
Sinar memeluk mamanya. “Makasih ya, Mah.” Dia sangat bahagia. Setelah melerai pelukan, pandangannya beralih ke Andin. “Ndin, apa kamu tau keadaan Mas Genta sekarang? Aku khawatir semenjak ninggalin Mas Genta saat masuk ruang operasi kemarin.”
Andin kesulitan menelan salivanya. Matanya benar-benar memerah. Dia hanya diam tanpa ada niatan menjawab pertanyaan Sinar.
“Ndin? Kok, kamu diem aja? Apa kamu udah tau kondisi terbaru dari Mas Genta? Apa operasinya udah selesai? Sekarang Mas Genta ada di ruangan mana?” Pertanyaan bertubi-tubi yang datang dari Sinar seketika membuat suasana bahagia tadi langsung berubah menjadi masam. Apalagi raut wajah Miranda dan Riana juga berkata demikian.
“Nar ... sekarang Genta ....”
“Kamu jangan pikirkan hal lain dulu, ya. Lebih baik kamu istirahat supaya bisa cepat bertemu Genta,” sela Riana yang sengaja memotong ucapan Andin. Seperti ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh mereka dari Sinar.
“Tapi Mas Genta masih ada di rumah sakit ini, kan? Atau udah pulang?” Sinar masih terlihat penasaran.