Satu bulan kemudian.
Tidak mudah bagi Sinar menjalani hidup seperti biasa setelah apa yang terjadi sebelumnya. Kepergian Genta untuk selamanya adalah hal luar biasa yang membuat hatinya sangat menderita. Bahkan, Sinar pernah meminta hal konyol pada Tuhan untuk menukar penglihatannya dengan Genta. Sangat tidak masalah bagi Sinar jika dia akan menjadi seorang tuna netra untuk selamanya, asalkan Genta kembali ke hidupnya. Cowok itu terlalu berharga untuknya. Sinar sendiri tidak yakin kalau dia bisa membuka hatinya untuk orang lain setelah dua laki-laki yang dicintainya pergi tanpa pernah kembali.
Butuh usaha sangat keras bagi Sinar bisa kembali pada dunia setelah duka itu selalu terngiang di benaknya. Sejak hilangnya Genta dari dunia ini, tidak pernah sekalipun Sinar tersenyum tulus. Wajahnya selalu murung, dingin, dan sendu.
Namun, khusus hari ini Sinar akan menyingkirkan semua dukanya. Dia akan tampil solo memainkan piano besar di sebuah panggung besar yang sudah dimeriahkan oleh banyak penonton di deretan kursi itu. Seluruh penghuni kampusnya dan dari luar ada di sana. Termasuk anak-anak panti yang menjadi tamu khusus juga hadir di tengah penonton yang lain. Begitupula orang-orang terkasih yang menyayangi Sinar juga sudah tidak sabar menyaksikannya bermain piano.
Setelah seorang pembawa acara meneriaki nama ‘Sinar’, gadis itu berjalan dari arah belakang menuju ke tengah panggung. Sinar dengan gaun berwarna putih sebawah lutut sangat terlihat elegan nan anggun. Tatanan rambutnya yang sengaja diurai semakin membuat gadis itu seperti seorang putri dari negeri dongeng.
Sinar duduk di kursi piano dan membuka penutupnya. Beberapa saat dia memandangi tuts-tuts itu sambil membayangkan kembali seorang Genta yang pernah hadir di hidupnya. Lalu Sinar memejamkan matanya. Semakin wajah Genta yang sedang tersenyum ke arahnya. Setelah membuka mata kembali, tangannya mulai terangkat. Bersiap menari di atas tuts untuk memainkan satu buah lagu yang sengaja dia ciptakan khusus hari ini.
Sejak nada mulai dimainkan, suasana gedung pertunjukan menjadi sunyi. Semua orang yang ada di sana terperangah dengan alunan musik piano yang dimainkan Sinar. Begitu lembut, indah, dan menenangkan hati. Miranda, Riana, dan Ruri menitihkan air mata karena terharu. Andin juga tampak bangga pada sahabatnya itu. Termasuk Yoga dan Sinta yang juga hadir di sana. Pun Sinta tidak bisa membendung air mata melihat penampilan Sinar.
Kembali ke panggung, Sinar bermain piano dengan haru. Tidak jarang pula dia memejamkan matanya demi mengingat berbagai kenangan yang pernah dilaluinya bersama Genta. Tanpa sadar sebulir bening pun lolos dari ujung matanya. Dia sangat merindukan Genta. Sama halnya untuk Hadi, papanya. Sinar teramat merindukan pelukan hangat dari pria cinta pertamanya itu.
Satu tuts terakhir ditekan Sinar menandakan musik yang dimainkannya selesai. Suara tepuk tangan yang sangat meriah mendominasi seluruh area gedung. Banyak dari penonton yang berdiri lantaran begitu takjubnya dengan penampilan Sinar yang luar biasa.
Kemudian gadis itu berdiri. Berjalan menghampiri stand microphone yang sudah disediakan di depan panggung.
“Terimakasih untuk kalian yang sudah hadir di sini dan mendengarkan permainan piano saya sampai selesai. Di sini saya ingin mengungkapkan bahwa saya teramat bahagia karena bisa berada di posisi ini. Bermain piano di depan kalian. Orang-orang terkasih saya yang senantiasa selalu ada untuk saya di masa-masa tersulit.” Sinar menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan.