Sinar untuk Genta

Rika Kurnia
Chapter #2

Bab 1 - Gentara Ferdinand

Di salah satu kelas yang terdapat di gedung jurusan bisnis dan administrasi.

"Ta, minggu ini ajak kita keluar negeri dong kali-kali. Singapur kek, Malaysia kek, atau Bangkok juga boleh. Bosen gue sama Niko cuma kebagian jemput lo di bandara doang," gerutu Bary bertepatan setelah dosen dengan rambut klimis berkacamata itu keluar meninggalkan kelas. Diikuti pula beberapa mahasiswa yang mulai berangsur pergi menyepikan suasana di dalam ruangan.

Genta belum menjawab sepatah katapun permintaan Bary yang selalu sama menjelang weekend yang sudah di depan mata. Pasalnya memang hampir setiap minggu, cowok yang terkenal gemar menghamburkan uang ini jarang absen berpergian ke macam-macam negara bersama pacarnya. Akan tetapi anehnya, selama Niko dan Bary menjadi teman yang cukup dekat dengan Genta, mereka tidak pernah sekali pun diajak oleh Genta.

Kesal memang, tetapi mau gimana lagi kalau tidak ada hal yang bisa dua orang itu lakukan. Mereka hanya bisa menunggu agar Genta mau mengubah pendiriannya. Atau mungkin minggu ini berbeda. Siapa tahu Genta mau berbaik hati kepada dua temannya itu.

"Percuma, Bar, percuma! Udah berapa ribu kali lo ngerengek minta diajak keluar negeri sama Genta. Jawabannya tetep sama. Dua kata pasti ... Nggak usah," tambah Niko juga ikutan menggerutu dan diakhiri dengan pengucapan dua kata yang selalu menjadi jawaban Genta. Tidak lupa dengan gaya cowok itu yang datar dan kelewat dingin.

"Tau lo, Ta! Payah! Sama sekali nggak menghargai kita sebagai sahabat lo yang selalu setia," sambung Bary lagi dengan mendramatisir ucapannya.

Lantas Genta yang sedaritadi hanya berpaku pada layar ponselnya, memindah pandangan ke arah Bary di sebelahnya. "Udah pidatonya?" tanya Genta sedikit sinis.

"Dih, sengklek! Daritadi gue sama Niko ngomong serius malah dikata pidato. Ngeselin lu jadi orang." Dengan tegas Bary memanyunkan bibirnya seraya melototkan matanya ke wajah Genta. Meskipun pada dasarnya Genta yang selalu menjadi mesin uang bagi Bary dan Niko, tetap saja dua orang itu tidak pernah membatasi diri dalam hal mencemooh Genta dengan berbagai kata yang memang mencerminkan diri seorang Genta yang sering berganti sifat dan kelakuan.

Ada kalanya Genta menjadi banyak bicara dan ramah. Namun, tidak jarang pula Genta suka sekali ketus, dingin, dan sombong.

Niko yang berbeda tempat duduk dari dua orang di depannya hanya tergelak seorang diri. Meskipun dirinya juga kesal dengan Genta, Niko tetap tidak bisa menahan tawa ketika ekspresi Bary yang terlalu konyol hanya dianggap biasa saja.

"Nanti malem ke kafe biasa. Gue kasih tiket pesawat buat lo berdua," kata Genta sambil memasukan ponsel ke saku celananya. Kemudian cowok itu bangkit dan melenggang pergi. Sementara Bary dan Niko masih di tempat dengan saling membagi pandang karena belum mengerti maksud ucapan Genta.

"Maksud lo, kita berdua ikut lo keluar negeri, Ta!" teriak Bary langsung bergegas merapikan buku ke dalam tasnya. Begitupun Niko yang sudah menyampirkan ransel di bahunya siap bangkit dari duduknya.

Genta tidak menjawab karena cowok itu sudah melewati pintu keluar dari kelas. Segera dua ajudan setianya itu berlari kecil berusaha menyusul Genta dan menyejajarkan posisinya.

"Minggu ini kita ikut lo keluar negeri, Ta?" tanya Bary hendak memastikan ucapan Genta yang belum selesai tadi.

"Kita mau kemana, Ta? Paris? Hongkong? Atau Jepang?" Kali ini Niko yang wajahnya sudah tampak semringah juga ingin memastikan kalau ucapan Genta tidak salah.

"Besok lo berdua nemenin Bella ke Bangkok," jawab Genta masih terus berjalan menyusuri lorong kampus.

Tidak pernah berubah sejak pertama kali Genta menjadi mahasiswa di universitas Pratama ini. Wajahnya yang mampu membuat setiap gadis menoleh ke arahnya, hingga sekarang masih saja sama. Setiap kaki Genta melangkah, selama itu pula wajahnya menjadi pusat perhatian para gadis. Tidak peduli jika dirinya sudah berusaha untuk memutuskan berpacaran dan berharap tidak ada lagi yang memandanginya seperti kucing kelaparan, tetap saja kebiasaan para gadis di kampus ini tidak berubah sedikitpun.

Untung saja Bella, pacarnya Genta bukan tipikal gadis-gadis jutek yang dimirip-miripkan dengan nenek lampir sehingga akan berbuat sarkas kepada siapapun yang curi-curi pandang pada pacarnya. Bella mampu memaklumi jika wajah Genta memang sulit membuat para gadis itu menahan pandangannya.

"Serius lo, Ta? Lo lagi nggak berniat rese sama kita kan?" tanya Bary lagi guna lebih memastikan kalau Genta tidak melakukan hal sama seperti beberapa minggu lalu. Kala itu Genta meminta Bary dan Niko datang ke bandara untuk ikut keluar negeri. Yang ternyata ketika mereka sampai, pesawat yang Genta tumpangi sudah lepas landas. Dan dengan mudahnya Genta beralasan kalau dirinya hanya iseng belaka.

Tidak butuh waktu lama memang untuk Niko dan Bary meredam kekesalannya dengan Genta yang menurut mereka sudah kelewatan. Bagaimana tidak, karena hanya dalam waktu satu jam, Bary dan Niko harus mempersiapkan diri sebelum berangkat keluar negeri. Padahal sebelumnya Genta tidak berniat mengajak mereka. Bisa dibayangkan bagaimana terburu-burunya mereka pada saat itu.

"Gue serius. Lo berdua nemenin Bella. Gue nggak bisa ikut."

"Lah, kenapa emang?" tanya Niko dengan rasa penasaran yang cukup besar lantaran hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Selama ini Genta selalu pergi bersama Bella.

"Nggak usah banyak tanya atau gue batalin keberangkatan lo berdua," ancam Genta tidak begitu serius.

Lihat selengkapnya