Sincerite

Thata Adi
Chapter #2

Secercah Ingatan di Masa Sekolah Dasar

September XXXX, 12.15 PM

Seorang wanita tampak sedang mengajar di depan kelas dengan senang hati. Setelah itu ia melirik sekilas jam di pergelangan tangannya. Ck, sudah hampir jam pulang, batinnya.

”Baik, ada yang ingin ditanyakan tentang materi hari ini, anak-anak?” tanya seorang wanita paruh baya yang memakai kacamata antik di depan kelas itu.

Seorang bocah laki-laki mengangkat tangannya tinggi-tinggi, ia merasa masih bingung dengan materi pembagian yang diajarkan Ibu Nilam. “Saya, Bu. Kalau operasi hitung pembagian itu pengurangan berulang sampai hasilnya nol, kan, Bu?”

Ibu guru tersenyum senang, ia sudah menduga bahwa Albar-lah yang akan bertanya tentang materi Matematika hari ini. Albar ini memang tipikal murid yang pintar, cerdas, disiplin dan sangat aktif. Tidak heran, Albar terus mendapatkan peringkat 2 kelas semenjak ia bersekolah di SD Balinusra ini.

Lantas, siapa yang peringkat pertama?

”Iya, benar, Albar. Dalam operasi hitung pembagian kita dapat menemukan hasilnya dengan cara pengurangan berulang.” ucap Ibu Nilam tersenyum.

Albar tersenyum sumringah, ternyata dugaannya benar. “Baik, Bu. Terimakasih. Saya sekarang sudah mengerti.” ucap Albar sambil menampilkan giginya yang putih.

“Sama-sama, Albar.”

“Anak-anak yang lain ada yang ingin ditanyakan lagi?”

Hening.

Ibu Nilam hanya tersenyum tipis. “Baik, kalau begitu, sekarang kalian bisa kemas-kemas barang kalian. Dan jangan sampai ada yang ketinggalan ya. Dan, Selamat Siang, anak-anak!” kata bu Nilam sembari melambaikan tangannya berjalan keluar kelas.

“Siang, bu!” kata siswa seluruh kelas 2A.

Semuanya bersorak gembira karena jam pulang telah tiba bagi mereka yang sudah mewanti-wantinya semenjak jam pelajaran Matematika dimulai. Bahkan, ada yang dari mereka sudah menggendong tas-nya sebelum bu Nilam menutup pelajaran hari ini. Namun itu semua...

Tidak bagi Albar!

Ya, dirinya sangat suka bersekolah. Entah mengapa dirinya selalu senang ketika berada di sekolah, yang berbanding seratus delapan puluh derajat dengan lingkungan rumahnya.

“Yah, kok udah pulang sih. Males banget diam rumah.” ujar Albar sebal.

Tiba-tiba seseorang menyentuh bahu Albar, “Bar,”

“Hm,” balas Albar cuek.

Rey mengernyitkan dahinya, merasa aneh dengan sahabatnya yang satu ini.

“Kamu kenapa, bar? Sakit perut?” tanya Rey peduli.

Albar menaikkan alisnya sebelah. “Gak kok. Kalau sakit perut kan bisa ke UKS tadi.”

Lihat selengkapnya