September XXXX, 05.05 AM
Triiingg... tringg...
“AAAAAAAAARRHH...” Albar—sang tokoh utama di cerita apik ini tiba-tiba berteriak dan langsung terbangun dari tidurnya.
“Hosh.. hosh.” Hufft mimpi buruk itu, batinnya.
Beberapa belakangan ini, dirinya memang sering bermimpi masa kecilnya yang sungguh malang itu. Untung saja alarm-nya sigap berdering, ia tak sanggup mengingat masa-masa itu lagi. Sudah cukup semuanya.
Albar mematikan alarm yang ia buat di ponsel-nya, kini jam sudah menunjukkan pukul 05.08 pagi. Ia harus segera menyiapkan segala keperluan sekolahnya.
Albar membasuh wajahnya dengan air secukupnya saja agar tak terlihat pucat. Setelah itu ia pergi ke dapur, kini ia akan membuat jus pepaya dengan wortel. Minuman di pagi hari khas dari Albar sendiri.
Kalian ada yang minum jus patel (pepaya wortel) di pagi hari?
Albar memotong pepaya menjadi beberapa potong kecil, lalu ia masukkan ke dalam gelas blender dan tak lupa wortel yang sudah dikupas dan dicuci bersih tadi oleh Albar. Lalu Albar memotong-motongnya, dimasukkannya ke dalam blender, lalu tambahkan air secukupnya, dan diberi 3 sendok makan susu kental manis.
Ok, blender semuanya. Dan, jus ala Albar sendiri pun jadi. Lalu Albar membaginya menjadi dua gelas, yang satu sebagai sarapannya dan yang satu lagi ia bawa ke sekolah. Tidak lupa ia memasukkannya ke dalam lemari pendingin agar lebih nikmat diminum.
Setelah itu, Albar mengambil dua potong roti tawar dan tak lupa ia olesi dengan selai cokelat. Siap! Sarapannya di pagi hari ini sudah selesai.
Kini ia harus segera menyiapkan buku-buku pelajaran yang harus ia bawa hari ini sesuai dengan jadwal pelajaran sekolah.
Albar memasukkan berbagai macam buku pelajaran, mulai dari buku Matematika, IPS, dan PPKn, dan alat tulisnya juga. Dan yang terpenting adalah tak lupa ponsel kesayangannya itu.
Semua sudah siap, sekarang ia harus mandi dan berpakaian serapi mungkin.
*****
Kini Albar telah memakai seragam sekolah-nya dengan rapi. Dan tak lupa juga ia memakai dasi biru sekolahnya. Dan kini ia harus memakan sarapan yang sudah ia buat tadi.
Di meja makan sudah ada kedua orangtuanya, dan adiknya yang sedang sarapan. “Pagi, pa, ma!”
Tyo—Papa Albar sedikit berdeham. “Morning son!” setelah itu ia kembali melanjutkan memakan sarapannya itu.
Sedangkan Ana—Ibu Albar tidak merespons sama sekali. Ah, Albar sudah biasa dengan situasi seperti ini. Arsya—Adik kandung Albar pun sama, terlihat sangat fokus dengan roti di hadapannya.
Fyi, kini adik Albar satu-satunya tengah duduk di bangku kelas 2 SD. Arsya tipikal bocah laki-laki yang sangat hyperactive, sekalinya meminta harus saat itu juga diberikan, dan sangat manja. Albar saja sangat pusing mengurusi adiknya ini. Mungkin jika satu hari saja tidak ada keributan yang dibuat adiknya itu, Albar akan sujud syukur kepada Tuhan.
Sarapan Albar telah habis, kini ia sedang berpamitan kepada orang tuanya. “Pa, Albar sekolah dulu. Daaah.”
“Belajar yang rajin. Jangan cinta-cintaan dulu.” kata Tyo sambil menyalami anak sulungnya ini.
Albar hanya tersenyum tipis. “Iya pahh.”
Kini pandangan Albar menuju mamanya. “Ma, aku sekolah yaa.”