Trrringggg...
Bel sekolah berbunyi tepat pada pukul 07.15, menandakan mata pelajaran pertama akan segera dimulai. Seluruh siswa-siswi SMP Balinusra mulai memasuki kelas mereka masing-masing, tak terkecuali Albar dan Azka.
Mereka masuk ke dalam ruang kelas 9A, kelas tereksklusif di SMP terfavorite itu. Tak salah jika kelas 9A hanya diisi siswa-siswi yang berotak mumpuni saja. Meskipun satu kelas ini rival satu sama lain, tapi mereka tetap menjunjung persabahatan mereka dengan baik.
Albar menyandarkan punggungnya di kursi tempat ia duduk. Ia mulai mengeluarkan peralatan belajarnya sekarang. Rey yang duduk di samping Albar terus memperhatikan buku tulis pr matematika Albar.
“Hm, Bar.” panggil Rey sedikit ragu.
“Hm,” Albar membalas dengan singkat.
“Gue liat buku pr matematika punya lo, ya. Mau nyocokin jawaban pr.”
Albar menoleh ke Rey. “Boleh, lo liat aja.”
Rey mengangguk kegirangan. Ia berharap jawaban pr-nya kali ini akan benar semua. Yash! Ia selalu membandingkan semua jawaban pr yang ia kerjakan dengan Albar, tetapi ia akan selalu berusaha mencari jawaban yang benar sendiri agar lebih memahami materi. Tak heran jika Albar selalu percaya kepadanya.
Rey menatap angka-angka jawaban di buku pr Albar dengan serius. Ada satu pertanyaan yang jawabannya berbeda dengan Albar. Lalu ia menyenggol lengan Albar yang tengah membaca novel.
“Bar,”
Albar menoleh, “Ya?”
“Yang ini kok hasilnya bisa negatif tiga sama negatif satu koma tujuh sih, Bar?”
“Yang mana?”
Rey menunjuk ke sebuah nomor pertanyaan. “Ini yang nomer sepuluh.”
“Coba gue liat buku lo, Rey.” Rey menyodorkan bukunya ke Albar.
Albar memeriksa jawaban Rey dengan teliti, setelah itu ia menemukan dimana letak kesalahan temannya itu.
“Oh ini itu namanya rumus diskriminan, rumusnya itu kan bla bla bla dibagi dua dikali a.” Albar menjelaskan dengan teliti agar Rey lebih memahami.
Rey mengangguk mengerti, ternyata ia melupakan pembagi dalam rumus diskriminan. “Hehe, lupa pak guru. Ampun.”
Albar hanya menganguk dan tersenyum tipis. “Gak apa kok, asal jangan terus dilupain rumusnya.” Ucap Albar bijak.
Rey terkekeh. “Siap, bapak guru muda dan keren.” ucap Rey sambil mengacungkan jempolnya.
Disisi lain, Azka terlihat sangat sibuk menyalin jawaban milik Albar yang telah ia foto tadi. Mungkin saat ini ia tengah menggunakan jurus menulis cepat tulisan cakar ayam.
Sungguh tidak patut untuk ditiru kawan-kawan!
*****
Kini pemandangan seisi kelas tertuju pada bu Tri yang melenggang memasuki kelas mereka. Kemudian, ia duduk di kursi guru sambil memakai kacamata antik miliknya itu.
“Selamat pagi, anak-anak!” Ujar bu Tri.
“Pagi buuuu!” ucap seisi kelas.
“Kurang semangat! Lebih kencang lagii!” Ucap bu Tri sambil mengepalkan tangannya ke atas, tanda agar lebih semangat!
”PAGIII BUUU!!”