Di ruang kedap suara serta berair conditioner itu masih terjadi perang tatapan. Raka yang sebenarnya kebingungan itu tengah disudutkan oleh tatapan menghakimi dari kedua guru di depannya.
"Sekali lagi maaf bu. Saya bukan membela diri, karena memang bukan saya pelaku dari kejadian itu."
"Kamu masih tidak mengaku!? Raka! Sejak kapan kamu jadi murid tidak tahu sopan santun seperti ini!?" Bu Berta kembali mengeluarkan suara dengan beberapa nada tinggi.
Sekarang Raka tau mengapa ruangan khusus ini dibuat kedap suara. Sebesar apapun suara yang dikeluarkan oleh para guru yang tengah memarahi para siswa yang melanggar aturan tidak akan bisa terdengar sampai luar.
"Cuma kamu yang tidak mengangkat tangan ketika saya bertanya tadi Raka! Dan itu sudah menjadi bukti bahwa kamu memang benar-benar pelakunya."
Raka terkejut mendengar penuturan dari bu Berta. Memandang tak percaya atas tuduhan itu. Baru kali ini dirinya dituduh oleh salah satu guru yang dulunya sangat pro dengan dirinya. Dan sekarang bu Berta bilang bahwa ia tidak mengangkat tangan?
"Maaf bu, mungkin ibu salah lihat. Tadi saya benar-benar mengangkat tangan."
"Salah lihat kata kamu? Kamu pikir saya tidak bisa membedakan mana siswa yang mengangkat dan tidak mengangkat tangan!? Saya benar-benar nggak habis pikir sama kamu, Raka. Bahkan sekalinya kamu berulah, kamu bisa melebihi Deka!"
"Bu--" dengan tanpa sadar Raka menunjukk ke arah bu Berta. Membuat guru itu kembali naik pitam karena muridnya sangat tidak sopan.
"Raka! Kamu benar-benar tidak sopan. Berani kamu menunjuk pada beliau? Guru kamu sendiri?"
Raka melemahkan tangannya. Menarik mundur lalu menepatkannya di atas paha. Kali ini Raka ikut tersulut emosi. Baru kali ini dirinya benar-benar dituduh yang tidak-tidak oleh gurunya sendiri. Raka tadi jelas-jelas mengangkat tangan!
"Saya serahkan hukumannya sama ibu, terserah mau seperti apa, yang penting bisa membuat efek jera. Permisi bu Siwi." Bu Berta berdiri lalu melangkah ke pintu keluar. Sebelumnya beliau menyempatkan menatap tajam pada Raka.
Sedangkan Raka tengah mencoba mengatur napasnya agar tidak memburu. Dirinya terlalu kebablasan.
Sekarang Raka hanya menyenderkan bahunya pada sandaran kursi. Lelah meladeni bu Berta yang sedari tadi ngotot menunjuk Raka sebagai pelaku. Sekarang dirinya pasrah, menatap sekilas bu Siwi yang tengah menghela napas beberapa kali.
"Raka--"
"Maaf bu, hukuman apa yang harus saya terima atas kejadian yang tidak saya lakukan?"
"Raka, sebenarnya saya masih tidak percaya dengan ini, tapi tidak mungkin juga bu Berta mengada-ada kan?"
Raka diam, menyimak penuturan dari bu Siwi yang tengah menjelaskan rentetan hukuman bagi dirinya. Raka sudah tidak mau lagi membela diri. Untuk apa bila sedari tadi dirinya tidak dipercaya?
Setelahnya Raka keluar dari ruangan khusus. Melangkah kembali ke kelasnya dengan terburu-buru karena ia baru sadar bila sekarang telah melebihi dari waktu pulang. Raka takut bila Calla kebingungan mencari. Sedangkan ia tidak memberi kabar karena ponselnya tertinggal di kelas.