Pulang sekolah tadi, Calla ditarik paksa oleh Raka. Entah apa yang membuat Raka, laki-laki lembut yang dikenalnya itu menggretnya kasar.
Kiya saja dibuat bingung oleh kedatangan Raka yang tiba-tiba dan langsung membawa sahabatnya tanpa mengatakan apapun. Padahal biasanya entah itu hanya basa-basi ataupun godaan selalu dilemparkan oleh laki-laki tampan itu.
Di atas motor, Calla terus bertanya hal apa yang membuat Raka seperti ini. Tetapi Raka tak mengeluarkan suara apapun. Justru cowok itu semakin menambah laju kecepatan motornya. Tidak peduli akan reaksi Calla yang mencengkram erat jaketnya. Padahal Raka tau, Calla takut akan hal semacam ini.
"Rak, pelan-pelan. Aku takut." Entah sudah kalimat yang keberapa Calla terus berucap dengan suara yang bergetar. Perempuan itu juga heran, ada apa sebenarnya? Tak biasanya Raka bertingkah seperti ini. Tangannya semakin ia eratkan pada Raka ketika lajunya semakin bertambah cepat.
Tak selang lama, Raka membelokkan motornya ke sebuah rumah yang sangat Calla ketahui. Rumah yang tidak terlalu besar untuk ditinggali seorang diri. Semenjak sang nenek yang meninggal satu tahun lalu, Raka menjadi tinggal sendirian. Beruntung ketika sang bibi masih mau menanggung biaya sekolah beserta kebutuhannya sehari-hari walau tak seberapa. Namun, hal itu sudah cukup baik sehingga Raka tak perlu bekerja paruh waktu.
Usai mematikan motor, Raka kembali menggeret Calla masuk ke rumah itu. Perempuan itu meringis menahan sakit karena Raka yang mencengkeram erat pergelangan tangannya. "Rak, sakit."
Mata Calla sudah berkaca-kaca. Ia bingung. Raka tak pernah bersikap sekasar ini.
Setelah sampai di dalam, Raka dengan lugas menghentakkan tangan Calla. Gurat emosi di wajahnya terlihat pasti. Rahangnya mengetat.
Di depannya Calla memandang takut. Tangannya yang satu mengusap pergelangan tangannya yang lain karena kebas. Sakit, merah. Napas Raka yang tak beraturan pun terasa panas menerpa wajahnya.
"Kamu kenapa sih?" Calla berucap dengan getaran yang kentara.
"APA YANG BUAT LO MASIH NGELANGGAR HAL YANG UDAH BIASA GUE TEKANIN SAMA LO!?"
Calla tersentak. Tepat ketika laki-laki itu menyelesaikan kalimatnya, saat itu juga air mata Calla turun lurus ke pipi. Terkejut dengan Raka yang membentaknya. Apalagi ia sendiri tidak tahu hal apa yang dimaksudkan laki-laki dihadapannya itu.
"SEHARUSNYA LO SADAR! LO CUMA PUNYA GUE!"
Calla memejamkan matanya. Tak siap dengan bentakan-bentakan. Panggilan asing itu untuk pertama kalinya Raka sebut untuk dirinya. Lo-gue? Raka tidak pernah memanggilnya demikian.
Calla masih menunduk. Tak berani menatap wajah Raka yang memerah. Tubuhnya benar-benar bergetar hebat. Ini kali pertama raka mendapati kekasihnya dilanda emosi.
"KENAPA DIAM? UDAH SADAR?"
Tidak. Calla menggeleng. Dirinya masih tidak tahu apa yang dibicarakan Raka.
"JAWAB CAL! LO NGGAK BISU!"
Hati Calla bergemuruh. Tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut pacarnya. Calla memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya. Hatinya sakit. Kemudian menatap sendu ke arah manik mata Raka dengan cucuran air mata. Calla bisa melihat pancaran emosi disana.
"A-aku nggak tau kamu kenapa, Rak. A-aku nggak ngerti apa yang bisa buat kamu kaya gini. A-aku..." pertahanan Calla pecah. Ia menangis sesenggukan diposisinya. Tak sanggup memandang wajah kekasihnya yang saat ini tak dikenalinya.
"K-kamu bu-bukan Raka." Tangis Calla benar-benar pecah. Dulu papanya tidak pernah membentak. Mamanya sendiri pun tidak pernah. Ia takut. Sangat takut. Perlahan badannya merosot ke lantai. Kaki Calla terasa lemas, tak mampu menahan bobot tubuhnya sendiri.