Sincerity

Sindiaasari
Chapter #18

Tujuh belas

Calla keluar dari kamar mandi dengan handuk di kepalanya. Sesekali perempuan itu masih menggosok-gosok rambutnya agar segera kering.

Deringan ponsel yang berbunyi selama ia di kamar mandi itu belum berhenti sampai sekarang. Calla pun menuju meja belajarnya dimana dia terakhir kali meletakkan ponsel itu.

Nomor tak dikenal tertera jelas dalam panggilan. Calla jadi bimbang. Takut bila hanya orang iseng yang kerap sekali mampir di nomornya. 

Tapi setelah dipikir-pikir, masa seniat itu kalo orang iseng. Lama loh, nggak berhenti-berhenti. Akhirnya Calla pun mengangkatnya. 

"Halo?"

"Cal? Saya ganggu ya?"

Calla mengernyit. Suara formal seorang laki-laki. Dia tidak kenal, tapi kok dia tau nama Calla?

"Maaf, dengan siapa ya?"

"Ah, ternyata kamu lupa. Pantas tidak diangkat-angkat dari tadi. Hehe." Terdengar suara tawa yang Calla rasa familiar di telinganya. Rasa-rasanya Calla pernah mendengar tawa itu. Tapi dimana? Siapa pemiliknya?

"Saya Saka."

Mulut Calla sukses terbuka. Ah pantas dia kenal dengan suara tawanya. "Oh kak Saka. Maaf kak, bukan nggak diangkat, tapi tadi baru di kamar mandi, hehe."

"Oh gitu, saya kira." Ucapan Saka memang dibuat menggantung dan Calla sendiri juga bingung mau bagaimana. Mendapat telepon dari Saka saja Calla kelimpungan.

"Cal? Kamu masih disana?"

"Aa--iya kak, aku masih disini kok."

"Oh kirain tidur."

"Hehe, masa tidur sih."

Terdengar lagi suara tawa diseberang. Membuat Calla mau tak mau juga tersengat mengulum senyum. Tawa kak Saka mengundang sabit.

"Emm besok atau lusa ada waktu nggak Cal?"

"Aa?"

"A mulu dari tadi, haha."

"Eh, maksudnya--"

"Katanya kamu penasaran sama Asa. Mau nggak besok liat dia?"

"Eh?" 

***

Sudah dua kali Raka mencoba menghubungi Calla. Tapi yang ada, nomor ponsel kekasihnya itu sibuk. 

Raka yang saat ini tengah berada di sebuah taman kota itu mendesah lemas. Rasanya bingung sendiri ketika kepalanya saat ini tak bisa berpikir. Berulang kali hanya berjalan luntang-lantung mengelilingi taman. Sendirian.

Laki-laki itu tidak takut gelap. Pencahayaan taman yang hanya dihiasi beberapa lampu remang sebenarnya tidak membantu sama sekali. Tapi bagi Raka tidak masalah. Hidupnya sekarang menjadi lebih gelap dari apapun.

Ia butuh sabitnya Calla untuk mengurangi pikulan beratnya, tapi yang ada sampai saat ini pun nomornya masih sibuk. 

Lihat selengkapnya