Sincerity

Sindiaasari
Chapter #19

Delapan belas

"Gue AHS, San."

Sandi mengernyit bingung. AHS? Singkatan dari bahasa planet mana yang tengah temannya itu katakan? 

"Aku Haus Sekali? Goblok, kode lo gayaan!" Sandi tertawa terbahak ketika mengartikan tiga huruf dari ucapan Raka.

Raka sendiri bermuka biasa. Melihat Sandi yang tertawa, membuat ia ingin juga tertawa. Tetapi, apa perlu ia tertawa disaat seperti ini?

"Gue kena Alien Hand Syndrome."

Sandi yang awalnya masih terpingkal seketika menutup mulut. Apa tadi? Aa--alien? Makhluk luar angkasa yang pendek itu?

Melihat raut muka Sandi yang cengo sambil berpikir itu, Raka membuka mulutnya kembali. Menceritakan hasil periksa dirinya tadi sore. Raka rasa dia perlu teman untuk membagi informasi aneh ini pada seseorang. Karena Raka pikir dia tidak mampu untuk menyimpan sendiri.

*Flash back.

Kali kedua pemuda itu berkunjung ke dokter Wahyu. Rasanya sudah tak segugup waktu pertama kali, tapi tetap saja masih ada.

"Tangan kamu kenapa?"

Si pemuda itu pun ikut melirik ke tangannya yang terdapat bekas goresan. Tersenyum kecil. "Nggak papa dok."

"Kamu lupa kalo saya psikiater?"

Dia menghela napas. "Nonjok kaca dok."

Dokter Wahyu jelas kaget. Apa pemuda ini juga punya sesuatu yang lain selain hasil dari diagnosanya? "Kamu sering seperti ini?"

"Enggak kok dok. Dokter santai aja. Saya baru pertama kali kok."

"Raka, cerita sama saya. Kamu nggak boleh seperti ini. Berbahaya."

"Suatu kesalahan harus terkena hukuman." Raka kembali mengulang kalimat yang ia lontarkan pada Sandi. Biar saja dokter Wahyu kebingungan sama seperti Sandi.

Tapi melihat bagaimana sorot dokter Wahyu yang memaksanya untuk bercerita dengan benar, Raka pun menurut. Laki-laki itu dengan terpaksa menceritakan hari itu dengan jujur.

Panjang. Karena Raka sendiri banyak jeda dalam bercerita. Rasanya sakit kembali ketika mengingat dia telah menyakiti Calla. 

Emosinya kembali tumpah ruah. Raka emosi dengan dirinya sendiri.

Setelah rampung bercerita pun dokter Wahyu perlu memberikan obat penenang bagi Raka. Laki-laki itu kembali kalah dengan emosinya. Memberontak ketika sang dokter berusaha untuk menenagkan.

Butuh waktu sekitar lima belas menit untuk membuat Raka kembali pada dirinya. Kembali tenang tanpa ada yang terkenang. 

"Maaf dok, sa--"

"Tidak papa. Kamu sudah baikan?"

Lihat selengkapnya