Sincerity

Sindiaasari
Chapter #20

Sembilan belas

Pagi tadi Calla berangkat bersama Raka. Sudah pagi-pagi buta Raka kembali ke rumahnya sendiri untuk mempersiapkan peralatan sekolah. Meninggalkan Sandi yang masih pulas dalam mimpi. Dia juga sempat menemui ibu Sandi untuk sekedar pamit. Maklum tipikal ibu rumah tangga yang waktu subuh sudah berkutat dengan air dan pakaian kotor.

Untuk masalah tangan, sempat sih Calla tanya. Tapi Raka hanya membalas habis latihan karate sama Sandi. 

"Dah, masuk gih."

Calla mengangguk. Sehabis mendapat elusan di puncak kepalanya, Calla melenggang masuk. Membiarkan Raka meneruskan langkahnya tanpa tungguan dari dia.

"Sandi!"

Sandi menoleh. Laki-laki yang baru berangkat dengan sepupunya itu mendekat. "Kenapa?"

Jujur setelah mendengar satu fakta dari Raka malam tadi membuat Sandi sedikit aneh ketika berpapasan dengan Calla. Takut dia malah keceplosan.

"Em, Raka abis main karate sama kamu?"

"Ha?" Sandi cengo sendiri mendengarnya. Latihan karate apa sih? 

"Iya, katanya tadi malem dia main sama kamu terus tangannya jadi lecet gitu."

Sandi menghela napas. Paham sekarang maksud dari main karate yang Calla ucapkan barusan. Didalam hati, laki-laki itu tersenyum ironi. Kebohongan macam apa lagi ini. Hah, mungkin mulai hari ini dia akan sering berbohong pada perenpuan itu. 

"Woy!"

Sandi sedikit terdorong ke belakang karena dorongan kuat dari Kiya. Tidak tanggung-tanggung memang sepupunya itu. Tenaganya macam kuli bangunan.

"Paan sih? Gila lo."

"Lha elo ditanya tuh jawab. Bengong mulu kek sapi."

"Wah lo, parah."

"San." Tegur Calla. 

"Ah iya Cal. Tadi malem emang Raka main ke rumah." Nah kalau seperti ini kan Sandi tidak sepenuhnya berbohong. Eh bisa dikatakan dia juga tidak berbohong. Pasalanya semalam Raka kan benar main ke rumahnya. Maaf ya Cal.

Calla mengangguk menanggapi. "Yaudah makasih ya."

Sandi mengacungkan jempolnya. Kemudian laki-laki itu berlari menuju kelasnya sendiri.

Sampai disana, Sandi menemukan Raka yang melamun bersandar pada dinding. Berpindah tempat duduk. Raka yang biasanya sangat anti duduk di dekat dinding, sekarang justru malah menempati tempat itu.

"Tumben."

Raka menoleh. "Capek, pengen sandaran."

"Sejak kapan lo main karate?"

Lihat selengkapnya