Sincerity

Sindiaasari
Chapter #22

Dua puluh satu

Pelajaran di kelas Raka hening. Suara hanya bersumber satu arah, yakni dari satu guru di depan sana yang tengah mendikte. Itu membuat siswa mau tidak mau harus diam karena suara guru tua itu yang lirih sekali.

Hingga tiba akhirnya terdengar erangan Sandi yang keras dari pojokan kelas. Dia mengerang gegara tangan Raka yang mencekiknya dari arah samping.

Raka sendiri membelakkan mata. Jantungnya berpacu cepat. Ketika dia sadar apa yang sudah tangannya lakukan, laki-laki itu buru-buru menariknya dengan tangan satunya. Susah.

"Tolong! Tolong bantu lepasin!" Ucap Raka yang entah pada siapa. Tangan kanan disertai kedua tangan Sandi sendiri tidak mampu melepaskan tangan kirinya. Dia terlalu kuat. 

"Argh! Uhuk-uhuk!" Erangan disertai batuk Sandi itu mengintrupsi teman sekelasnya untuk datang membantu. Tak terkecuali sang guru yang juga langsung berlari menuju mereka.

Empat orang. Dengan tenaga empat orang, Sandi berhasil lepas dari cengkraman tangan Raka.

"San," panggil Raka bergetar. Laki-laki itu kemudian berdiri. Menjauhi Sandi juga teman-temannya yang sekarang ikut syok. "Ma-af."

Semua temannya menyorot heran pada kelakuan Raka. 

"San! Stop! Berhenti di situ!" Teriak Raka yang melihat Sandi mau berjalan ke arahnya. Napas Raka yang terengah-engah membuat suaranya sedikit bergetar.

"Rak, gue oke." Ucap Sandi meyakinkan.

"Nggak! Jangan kesini!"

Raka masih keukeuh. Sembari mengatur napas, Raka berusaha menghimpit tangan terkepalnya dengan tubuh belakang juga dinding. Menekan kuat agar dia tidak bisa berulah lagi.

Bisik-bisik heran dari teman sekelasnya sudah tidak terkontrol lagi. Bahkan beberapa dengan berani memojokkan Raka dengan kalimat sanksi. Tuduhan hingga cercaan Raka tangkap jelas dengan kedua telinganya.

Guru mapel sejarahnya berjalan menghampiri. Hingga pada jarak satu meter, Raka buru-buru menahan. "Jangan pak!"

Guru itu mengernyit. Heran sekali dengan anak muridnya yang tiba-tiba membuat gaduh seisi kelas itu. Mencoba menyelakai teman bangkunya sendiri juga ditambah dengan tidak bolehnya orang lain untuk mendekat. "Kamu kenapa?"

Bola mata Raka berlarian. Hingga satu pandangannya bertemu dengan Sandi. Ucapan maaf itu terus terpancar dari matanya. Sedangkan bibirnya terus bergetar.

"Saya ijin pak." Ucap Raka lalu berlari secepat mungkin untuk keluar kelas. Meninggalkan tanda tanya besar bagi mereka yang ada di dalam kelas--terkecuali Sandi.

Raka berlari menuju belakang sekolah. Cuma tempat itu yang Raka kira sepi. Tidak mungkin ia ke UKS, selain disana ada benda-benda berbahaya --semacam gunting beserta obat-obatan--yang bisa saja dia akan kembali berulah, tentu saja disana ada dokter penjaga. Ke kantin, tidak mungkin. Jika ketahuan guru BK sudah dipastika ia akan kembali diseret ke sana. Jadi Raka memilih untuk ke belakang sekolah yang hanya dihuni oleh pohon besar disertai satu kolam keruh yang biasanya dipakai oleh anak-anak IPA untuk mencari bahan eksperimen. Dan Raka berdoa semoga saja disana sedang tidak ada kegiatan semacam itu.

Sampai disana Raka tanpa sadar bernapas lega. Tidak ada satupun orang. Dia berlari ke ujung. Mendekati tembok tinggi yang mengitari sekolahnya. Setelahnya Raka langsung berteriak keras dan menghantamkan kepalan tangan kirinya ke dinding usang. Beberapa kali hingga dia merasakan kebas.

Lihat selengkapnya