Pagi ini memang tak seperti pagi biasanya. Tidak ada senyum ramah juga bahan candaan semacam yang lalu-lalu.
Mereka berdua memang berjalan bersisihan, tapi seolah jiwa keduanya tak berada di sana. Masing-masing dari mereka sibuk dengan pikirannya sendiri. Terlebih Calla. Perempuan itu terus diam sejak dari rumahnya. Entah kenapa dia jadi parno sendiri dengan tingkah Raka.
Contohnya tadi. Calla sudah was-was juga heboh ketika Raka mengambil pisau. Pikiran perempuan itu langsung lari ke mimpi yang ia dapat semalam. Lagi-lagi mimpi itu mempengaruhi Calla.
Diamnya Calla sepanjang koridor membuat Raka bingung sendiri. Hari ini pacarnya itu memang aneh. Raka rasa, Calla sedikit memberi jarak.
Sapaan beberapa orang yang dilaluinya sebisa mungkin Raka yang menjawabnya. Tidak masalah bila yang dipanggil orang itu adalah Calla tapi yang menjawabnya Raka. Raka tak mau image Calla menjadi jelek hanya karena mood Calla yang pagi ini Raka rasa sedang buruk.
Hingga tiba akhirnya Calla meringis kesakitan. Perempuan itu tersentak dari lamunannya. Menoleh pada lengannya yang dicengkram oleh tangan besar di sebelahnya.
Calla mengurutkan pandangannya. Menurut dari tangan itu hingga sampai di raut wajah si pemilik. Disana, di wajah itu Raka tengah tersenyum menanggapi berbagai sapaan yang mampir.
Raka kembali menyakitinya.
Dengan jantung yang berdebar, Calla berusaha menyingkirkan tangan Raka dari lengannya. Tapi susah. Sekuat apapun tangan Calla mengenyahkan, tetap saja cengkraman Raka tak mau lepas.
Calla sudah terisak. "Rak, Sakit!"
Pekikan Calla mengintrupsi Raka untuk menoleh. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati si kiri sudah mencengkram Calla.
Sialan.
"Cal, k-kamu jangan nangis." Ucap Raka dibarengi dengan melepaskan si dia. Laki-laki itu panik bukan kepalang ketika tangan itu susah menurut. Ditambah lagi suasana koridor yang ramai membuat mereka menjadi pusat perhatian.
Tolong, tolong jangan sakitin Calla.
Selepas itu, akhirnya cengkraman Raka berhasil lepas.
"Cal, aku--aku minta maaf."
Calla yang sudah meluncurkan air mata itu menggeleng pelan. Menatap takut pada Raka yang terengah-engah.
Tanpa ucapan apapun lagi, Calla berlari secepat mungkin. Meninggalkan Raka yang sekarang tengah memaki dalam hati.