Kedekatan hubungan antara Calla dan Saka semakin terlihat. Bahkan beberapa hari ini Calla sudah kerap sekali dijemput saat pulang sekolah. Laki-laki pencinta kemeja kotak itu selalu sudah berada di dekat halte bus sekolah ketika Calla keluar dari gerbang. Calla sendiri sudah memberi tau Saka untuk tidak menjemputnya. Karena menurut Calla, ini sangat merepotkan. Tetapi Saka ya tetap Saka, laki-laki itu tetap ngeyel.
Kiya saja dibuat takjub oleh kedekatan mereka yang terbilang cukup singkat. Setau Kiya, kedua orang itu bahkan baru saling mengenal kurang lebih dua bulan. Tetapi sekarang sudah begitu dekat sampai sebegini. Namun hal ini juga membuat Kiya merasa lega. Dengan begini tentu saja akan membuat Calla cepat move on dari Raka. Pasalnya Kiya sangat tau bila kata putus hari itu tercetus tanpa ada suatu pondasi kuat. Tanpa ada persiapan matang bagi Calla untuk bisa lepas dari Raka. Tentu ini sangat berat bagi sahabatnya. Tetapi tak memungkiri juga berat bagi Raka.
Ah sudah, Kiya pusing. Kenapa dia jadi repot memikirkan hubungan orang lain ketika dia sendiri-- ah Kiya lupa, dia kan tidak sedang ada hubungan dengan siapapun. Jadi, Kiya tidak punya suatu pemikiran agar otaknya tak berhenti bekerja.
Diam! Jangan hujat Kiya! Selama ini Kiya sudah terbuka. Perempuan itu bahkan membuka hati untuk laki-laki manapun. Tapi sampai saat ini pun tidak ada satu pun yang mendekatinya. Sial. Kiya kurang apa? Ah dia tau. Ini semua karena Kiya berada di dekat Calla. Mana mau para laki-laki itu meliriknya kalau disampinya saja ada perempuan secantik Calla. Apalagi statusnya yang sekarang sudah jomblo.
"Mentang-mentang dari gebetan diliat teros!"
Calla menoleh. Alisnya terangkat satu tanda tak mengerti. "Apa?"
Kiya melengos. Perempuan itu memilih untuk membereskan buku-bukunya yang tersebar di atas meja untuk ia masukkan ke laci. Shuut! jangan kasih tau siapapun kalo buku Kiya dia tinggal di laci meja. Berat. Kiya tidak kuat harus memikul buku-buku tebal itu ketika berangkat dan pulang. Untung otak Kiya cerdas hingga menemukan cara efisien ini. "Dari gue beresin buku selama berabad-abad sampai detik ini lo nggak capek liatin itu jam? Tau Cal kalo itu dari kak Saka, nggak usah pamer sama gue!" Ucap Kiya setengah kesal.
"Ya ampun Ki. Coba aku tanya, jam tangan dipake buat apa kalo nggak untuk dilihat? Aneh ah kamu."
Kiya bangkit. Menggendong tas cokelat buluknya yang ringan tanpa isi. Merasa ditinggal, Calla pun dengan cepat menyusul Kiya.
"Ya nggak sesering itu juga kali. Lagian pas lo pake jam lo yang dulu juga nggak gitu."
"Bagus tau jamnya. Unik." Ucap Calla seraya mengusap pelan jam kayu di tangannya. Memang, kotak kayu yang Saka berikan sewaktu pulang dari sunmor pekan lalu itu isinya sebuah jam. Jam yang terbuat dari kayu berwarna cokelat muda. Dan Calla sangat menyukai itu. Ketika membuka pun Calla sampai terpekik. Entah dimana serta kapan Saka membelinya pun dia tidak tau.
"Pulang sama siapa Cal? Mau bareng sama gue?"
Calla beserta Kiya menghentikan langkahnya tepat di seberang gerbang. Menoleh pada seorang laki-laki yang belakangan ini kerap sekali mendatanginya. "Aku--"
"Lo nggak liat Calla udah dijemput cowoknya?"
Daru tertawa keras. "Halah Ki, gue udah tau kali kalo Calla udah putus. Lagian--"
"Gue nggak ngomongin Raka!"