Kerlipan lampu-lampu kota yang terlihat dari Bukit Paralayang memang tidak ada yang bisa menandingi. Keduanya memang masih belum beranjak sejak menikmati sunset tadi. Tak seperti kebanyakan pengunjung yang langsung berpindah tempat ke sebuah kafe atau tempat makan yang tak jauh dari sana dengan view yang sama.
Semilir angin malam membuat Calla memeluk tubunya sendiri. Dingin, tak seperti tadi yang banyak orang hingga membuat suasananya terasa sedikit hangat. Bahkan di tempatnya saat ini hanya tinggal beberapa orang, itu pun letaknya cukup berjauhan. Pandangan Calla jatuh pada lautan yang sekarang hampir tak terlihat. Hanya beberapa kilau yang terpantul dari sinar rembulan. Juga suara deburan ombak yang samar memasuki indra pendengarnya.
Deg.
Tebing, deburan ombak, langit, gelombang awan, dan janji.
Mata Calla tiba-tiba memanas. Kilasan itu kembali lagi. Tidak terasa satu luncuran air mata lolos begitu saja dari sudut matanya. Kenapa malam ini mirip sekali?
"Cal? Calla kamu kenapa? Kamu kedinginan? Kamu-- bilang sama saya Cal."
Calla mengerjap. Ditemukannya Saka yang sekarang sudah berada tepat di depannya dengan raut khawatir. Pemuda itu bahkan sudah memegang kedua bahunya dengan cukup kuat. "Nggak kak, Calla nggak papa kok."
"Kamu mau pulang? Dingin? Takut? At--"
"Kak, aku nggak papa."
Saka memberanikan diri untuk mengusap pelan pipi Calla. "Kalau nggak papa kamu nggak bakalan nangis."
Dengan cepat Calla ikut mengusap pipinya. Jadi dia menangis mengingat Raka?
"Cerita sama saya Cal. Saya siap dengerinnya. Jangan pendam apa yang nggak bisa kamu pendam. Bagi ceritanya biar kamu lebih ringan." Ucap Saka sembari menyampirkan jaketnya di bahu Calla. Udara malam diatas seperti ini memang cukup dingin. "Kamu nggak akan menambah beban seseorang yang kamu beri cerita. Justru mereka akan senang ketika kamu mau cerita. Mereka akan merasa sangat dipercaya. Coba, siapa tau kamu jadi lebih lega."
"Kak..."
Dapat Calla lihat sabit Saka disertai anggukan meyakinkan. Pemuda di depannya ini benar-benar membuat Calla merasa diperhatikan. "Tempat ini ngingetin aku sama Raka."
Ada satu lolosan yang dapat Saka rasakan didadanya. Semacam rasa lega karena ternyata Calla tidak kenapa-napa tapi juga sebuah rasa hati yang tidak enak. Saka melepaskan kedua tangannya yang sedari tadi berada di bahu Calla. Pemuda itu pun juga langsung mendudukkan dirinya tepat di hadapan Calla. Kemudian mengangguk tanda kode agar Calla mau melanjutkan.
"Tebing, ombak, awan, semuanya sama. Janji Raka palsu. Dia berkhianat sama janjinya sendiri untuk nggak ninggalin aku. Tapi beruntung, cahaya bulan malam ini bisa menggantikan matahari pada waktu itu." Calla mengeratkan sampiran jaket Saka yang ada di tubuhnya. "Kalau kakak tanya, aku udah move on kak. Aku udah lupain Raka. Aku udah coba untuk nggak peduliin dia lagi. Aku udah bodo amat. Aku udah berhasil lepas kak."