“Ini tolong ditandatangani” suara Fathan membuat Tiha kaget. Entah kapan Fathan sudah berdiri tepat di depannya. Tiha terlalu sibuk dengan pikirannya sehingga tidak sadar Fathan berdiri tepat di depannya.
Tiha mengerutkan keningnya. Menatap selembar kertas di atas mejanya dan sedikit mendongak menatap Fathan dengan wajah datarnya.
“Ini apa ya, pak?”
“Ini SK ibu Fatiha,” jawab Fathan singkat.
Tiha menandatangani SK tersebut.
“Terima kasih pak Fathan,” suara Tiha membuat Fathan menatapnya sekilas lalu kembali ke mejanya.
Hadeeh....nih orang benar-benar es batu ya? Tekuk aja tuh muka biar cepat tua! celetuk Tiha dalam hati sambil menatap Fathan yang sudah duduk di kursinya. Pada saat yang sama Fathan menatapnya dari kejauhan. Tiha buru-buru menutup wajahnya dengan buku.
Teng..teng..teng....Sudah waktunya masuk ke kelas. Tiha beranjak dari kursinya dan mengayunkan langkah menuju ke kelas 2 Ips c. Saat di depan pintu ruang guru, Tiha bertemu ibu Anna dan ibu Malika.
“Eh, ibu Tiha udah mau masuk kelas ya?” tanya ibu Anna.
“Iya bu. Udah pergantian jam pelajaran kan,”
“Yah, sayang sekali. Kita baru aja mau ajak ibu Tiha ngobrol-ngobrol santai di kantin,” tukas Ibu Anna.
“Aduh, maaf sekali ibu Anna, ibu Malika. Saya lagi ada kelas. Gimana kalau jam istirahat nanti?”
“Eh, iya boleh juga tuh. Nanti kita tunggu ibu Tiha di kantin ya,” sahut Ibu Malika.
“Iya ibu Malika, insyaallah”
“Ibu Tiha, pengumuman sholat kemaren bagus sekali. Baru aja, ibu Tiha yang kasih pengumuman, Rayyan dan teman-temannya langsung terketuk hatinya sholat di musholla.”
“Iya ibu Tiha. Bagus sekali. Gimana sih triknya?” tambah ibu Anna.
“Tidak ada trik apa pun ibu-ibu. Pengumuman kemaren saya hanya mencoba mengucapkan pengumuman dengan kata-kata sederhana saja. Saya masih perlu banyak belajar dari ibu Anna dan ibu Malika. Alhamdulillah, mungkin pada saat itu Allah telah membukakan pintu hati mereka.”
“Aamiin ya rabb. Mudah-mudahan aja ya, mereka bisa segera berubah” seru ibu Malika.
“Amiin ya rabb. Semoga saja ya bu. Saya pamit ke kelas dulu ya, ibu Anna, ibu Malika,”
“Oh iya, silakan. Jangan lupa nanti ke kantin ya,” ajak ibu Anna.
“Insyaallah,” Tiha mengulum senyum, lalu mengayunkan langkah menuju ke kelas.
****
“Teman-teman, diam! Teman-temaaaaan!” teriak Randi sampai suaranya serak.
Semua siswa melihat ke arah Randi. Semuanya mulai duduk di kursi dan meja masing-masing. Alhamdulillah, hari ini Tiha tidak perlu membanting pintu lagi. Entah ada angin apa yang membuat mereka mau bekerja sama dengan baik. Setelah selesai berdoa, Tiha meminta ketua kelas membagikan buku teks kepada siswa.
“Okay...Let’s start our lesson today. Please open your book. Find out page 35, activity 1.” seru Tiha sambil melihat keadaan kelas. Rayyan melempar gumpal-gumpalan kertas ke arah Fajar. Saat Tiha menatapnya dengan tatapan yang tajam, Rayyan menghentikan aksinya. Tiha melanjutkan penjelasan materi pelajarannya. Rayyan mulai berulah lagi. Ia kembali melempar gumpalan kertas ke arah Fajar sehingga Fajar telihat marah dan kesal. Namun Fajar tidak mau melawannya.
“Rayyan, stop it! Open your book and don’t disturb Fajar!” tegur Tiha dengan nada agak tinggi. Dia hanya diam.
Tidak berapa lama, Tiha mendengar bunyi gesekan-gesekan meja yang keras dari barisan meja Fajar. Rayyan yang duduk tepat di belakang Fajar mendorong-dorong mejanya sehingga menghasilkan bunyi gesekan. Hendra dan Irwan ikut-ikutan melempar gumpalan kertas ke arah siswa lainnya.
“Rayyan, Irwan, Hendra, stop it!” Mereka mengacuhkannya. Tiha menghela napas panjang. Lemparan kertas-kertas itu mengenainya dan beberapa siswi termasuk Nina.
Nina mengumpulkan kertas-kertas tadi lalu melempar sekeras-kerasnya ke arah Rayyan, Hendra dan Irwan. Rayyan pun mulai berang.
“Berani juga kamu ya!” bentak Rayyan keras.
“Iya! Emang kenapa? Dasar berandal! Orang tuamu tidak mengajarimu tata krama apa?Ini sekolahan bukan jalanan! Kalau mau jadi preman, keluar sana! ngga perlu ke sekolah!” Nina melawan Rayyan dengan keras.
“Kamu ya...” Rayyan mengambil beberapa buku teks di meja Zahra lalu melemparnya ke arah Nina sekerasnya dan mengenai kepalanya. Nina meringis kesakitan sambil melotot marah ke arah Rayyan.
“Dasar berandal!” teriak Nina lalu mengangkat kursinya ingin melawannya. Niat Nina terhenti saat mendengar suara Tiha.
“Nina, hentikan!” tegas Tiha. Nina meletakkan kursinya dengan kesal. Semua siswa menatap mereka dengan tegang.
“Rayyan, minta maaf sama Nina” ujar Tiha saat mendekati meja Rayyan.
“Dia yang mulai duluan bu!” seru Rayyan melotot dengan raut wajah sangarnya.
“Ibu jelas-jelas melihat ini semua berawal dari kamu. Ayo minta maaf sama Nina dan yang lainnya. Hendra, Irwan, kalian juga minta maaf.”
“Saya nggak mau, bu” Rayyan mengepal kedua tangannya dengan keras, menatap Nina dengan penuh amarah.
Tiha menghela napas panjang. “Sekarang kamu ikut ibu!” seru Tiha dan berbalik pergi.
“Saya tidak mau!” langkah Tiha terhenti sejenak dan menoleh ke arah Rayyan.
“Kenapa? Kamu yang salah kan? Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu,”
“Pokoknya saya tidak mau! Memangnya ibu siapa mau ngatur-ngatur saya?!” Rayyan semakin mengeraskan suaranya.
“Saya ini guru kamu! Sudah sepantasnya kamu mendengarkan kata-kata guru kamu selama itu adalah hal yang benar!” sahut Tiha kesal.
“Ayo sekarang ikut ibu! Hendra, Irwan, kalian juga ikut!” Tiha merasa kesabarannya benar-benar teruji oleh ketiga siswa istimewanya ini.
“Zahra, kamu bawa Nina ke UKS ya? Biar Nina istirahat di sana.”
“Iya bu,” jawab Zahra singkat.
“Yang lainnya, jangan ada yang berisik yaa. Kerjakan tugas di halaman selanjutnya,”ujar Tiha sebelum melangkah keluar bersama Rayyan dan teman-temannya.
“Iya bu” jawab Zahra singkat.
Tiha membawa Rayyan, Hendra, dan Irwan masuk ke ruangan guru konseling. Pak Anwar dan pak Fathan menolehkan kepala saat Tiha, Rayyan, Irwan dan Hendra memasuki ruangan.
“Hmm....kalian lagi? Kalian tidak capek ya keluar masuk ruangan ini?” seru pak Anwar. Fathan menggelengkan kepalanya dan menatap ketiga anak itu dengan tajam.
“Duduk,” ucap pak Anwar. Ketiga anak istimewa itu duduk di hadapan pak Anwar dan pak Fathan.
“Ibu Tiha, apa lagi sekarang kesalahan mereka?” tanya pak Anwar sambil membuka buku kasus.
“Mereka bertiga membuat keributan, pak. Rayyan, Irwan dan Hendra mengganggu temannya yang sedang belajar”
“Jadi kenapa kalian melakukannya?” tanya pak Anwar dengan santai. Rayyan hanya diam berpangku tangan sambil melihat ke arah lain.
“Rayyan...kamu dengar ya. Apa yang kamu lakukan itu adalah sebuah kesalahan. Kalau kamu dan teman-teman kamu ini nggak mau belajar, ya sudah. Diam saja di kelas. Tidak perlu mengganggu mereka” ujar pak Anwar mencoba untuk menasehatinya. Rayyan bersikap acuh. Sementara Hendra dan Irwan tertunduk lesu.
“Kita hanya bercanda aja kok, pak”ujar Hendra membela diri.
“Bercanda itu ada batasnya saudara Hendra!” Fathan meninggikan suaranya. Tiha terperanjat dibuatnya.