Singgah

Tia Mariadi
Chapter #6

Luka Rayyan

Jarum jam menunjukkan pukul 10.00 am. Anak-anak diberi waktu istirahat selama lima belas menit. Fathan kembali ke ruang guru bersama Rayyan yang membawa tumpukan buku tugas siswa kelas 2 IPS c. 

“Rayyan, kamu tolong bapak merapikan laci dibawah ini ya, sekarang.” ujar Fathan. 

“Males ah pak. Saya nggak ada waktu jajannya nanti!” seru Rayyan ketus. 

“Kan bapak minta tolong? Udah kamu tenang saja. Nanti bapak minta izin ke guru yang masuk supaya kamu diberi waktu untuk jajan sebentar.” Jelas Fathan. Rayyan menggeram kesal mendengar ucapan Fathan. Dengan terpaksa ia membantu Fathan membersihkan laci mejanya. 

Semua guru sedang duduk istirahat sambil menonton televisi. 

Berita terkini. 

Seorang pengusaha inisial H menjadi buronan polisi karena kasus penipuan yang dilakukannya terhadap kliennya. Dalam proses pengejaran, pengusaha tersebut mengalami kecelakaan tunggal dan mobilnya menabrak pohon besar di pinggir jalan. Korban kecelakaan ditemukan sudah tidak bernyawa lagi. 

Seketika Tiha baru sadar semua guru terkesima dan terkejut mendengar berita tersebut. Mereka terkesima melihat sosok wajah yang tak asing bagi mereka. Pak Rahmad memperhatikan Rayyan yang sedang sibuk merapikan laci Fathan. Pak Rahmad seolah-olah ingin memberitahu Tiha sesuatu dengan kode-kode yang sama sekali tak ia mengerti. Lalu ibu Anna menghampiri Tiha lalu menyodorkan selembar kertas.

Laki-laki yang meninggal itu, ayahnya Rayyan

Tiha langsung menutup mulutnya yang ternganga. Pada saat yang sama, ternyata Rayyan telah melihat berita tersebut. Tatapan mereka tertuju kepada Rayyan termasuk Fathan. Fathan berdehem.

“Ehhem! Yan, kamu istirahat dulu di...” belum selesai Fathan menghabiskan kata-katanya, Rayyan berlari keluar dari ruang guru. Karena takut Rayyan akan berbuat sesuatu yang nekat, ibu Malika mengejarnya diikuti pak Rahmad, ibu Anna, Fathan dan Tiha. Sepanjang koridor yang dilewati, bulir bening terus saja mengalir disudut matanya. Rayyan berlari kencang tanpa memperdulikan orang-orang disekitarnya. Bahkan ia mendapatkan tatapan kesal dari teman-temannya saat tubuhnya menabrak mereka dengan keras.  

“Rayyaaan, berhenti!” teriak pak Rahmad sambil mengejarnya. Tetapi Rayyan mengacuhkannya. 

Bruuukk!!

Semua terjadi dalam sekejap. Terdengar dentuman yang sangat keras. Sebuah mobil berwarna hitam menabrak Rayyan tepat di depan sekolah. Suara pecahan kaca mobil dan teriakan para siswa-siswi yang sedang mengikuti pelajaran olahraga di lapangan terdengar kacau. Tubuh Rayyan terpelanting sejauh lima meter. Kulit tubuh Rayyan lecet disana-sini, termasuk pelipisnya yang terus mengalirkan darah terkena pecahan kaca mobil. Kaki kanannya terluka parah. Darahnya berceceran kemana-mana. Tabrakan itu sangat keras karena pengemudi mobil menyetir dengan sangat laju dan sang sopir pun terluka parah tidak sadarkan diri. Tiha, Fathan, ibu Malika, ibu Anna, pak Rahmad dan siswa-siswi lainnya mengerumuni Rayyan.  

“Astaghfirullahala’dzim. Rayyan....Rayyan...” ucap Fathan sambil memangkunya. Tanpa disadari bulir bening menetes disudut mata Fathan. Tiha pun tak kuasa menahan air mata yang telah menggenang di pelupuk matanya dan tertumpah. Rayyan sempat membuka sedikit matanya dan meringis kesakitan. Lalu ia kehilangan kesadarannya dan dilarikan ke rumah sakit dengan menggunakan mobil ibu Zulaikha. 

Tiha berusaha tenang dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini bukan mimpi buruk. Saat ini mereka hanya bisa menunggu dokter yang sedang menangani Rayyan di ruang operasi. Setelah dua jam menunggu, Rayyan di masukkan ke dalam ruang ICU. Remaja laki-laki itu berbaring tak berdaya di ranjang putih. Wajahnya penuh luka dan ada sebuah jahitan besar di kaki kanannya. Dokter keluar dari ruang ICU dan mengatakan bahwa kaki kanannya terluka parah. Butuh perawatan intensif. Kakinya harus diterapi agar ia bisa berjalan normal kembali. Setidaknya setelah ia sadar dari komanya, ia harus memakai kursi roda atau pun tongkat. Saat ini Rayyan sedang koma. Ibu Zulaikha mengabari pembantu rumahnya Rayyan dan pembantunya mengatakan bahwa ayah Rayyan anak tunggal. Kakek dan Neneknya Rayyan juga sudah lama meninggal dunia. Yang tertinggal hanya kakak ibunya Rayyan, Lydia. Rayyan memanggilnya Bunda Lydia. Ayah Rayyan memiliki seorang adik angkat perempuan yang saat ini tinggal di Singapura. 

Lydia saat ini sedang berada di Jakarta menjenguk kerabat almarhum suaminya yang sakit. Ibu Zulaikha memutuskan bahwa pihak sekolah akan menjaganya untuk sementara waktu. Mereka akan berjaga secara bergiliran. Pada waktu siang dua orang guru perempuan akan menjaganya, sedangkan malam harinya dua orang guru laki-laki sampai jam 11.00 pm. Guru-guru lain melanjutkan kegiatan belajar mengajar di sekoah. Pak Rahmad dan Fathan tinggal di rumah sakit malam ini. Sementara Tiha dan guru lainnya langsung pulang bersama ibu Zulaikha. 

****  

Dirumah sakit, guru-guru yang tidak ada jadwal mengajar bergiliran menjaga Rayyan. Rayyan akhirnya sadar dari komanya selama tiga hari. Selama tiga hari ini, para guru tidak henti-hentinya membacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an di rumah sakit. Ketika Rayyan sadar, ia memanggil-manggil ayahnya. Ibu Zulaikha mengabarkan bahwa ayah Rayyan telah selamat dikebumikan. Bulir-bulir bening mengalir deras dari sudut mata Rayyan. Ia tidak menyangka ayahnya akan meninggalkannya secepat ini setelah pertengkaran mereka beberapa hari yang lalu. 

Siang ini giliran Tiha dan ibu Malika yang menjaga Rayyan. Saat ini Rayyan sedang tidur setelah diberikan obat. Tiha dan ibu Malika menuju ke kantin rumah sakit. Mereka duduk di sebuah meja untuk empat orang. Mereka memesan dua piring nasi goreng dan dua gelas es teh manis. Dari pintu masuk kantin, terlihat dua orang sosok laki-laki menghampiri meja mereka. Kedua laki-laki itu mengambil tempat di hadapan Tiha dan ibu Malika. 

Lihat selengkapnya