Tiha memarkirkan motornya di halaman rumah.
Siapa yang datang? Apa sahabatnya abi? tukas Tiha dalam hati saat ada sebuah mobil keluar dari perkarangan rumahnya.
“Assalamu’alaikum” Tiha meletakkan sepatu di rak sepatu di dekat pintu.
“Wa’alaikumsalam” jawab abi dan bundanya sambil tersenyum.
“Siapa yang datang, bi?” Tiha menjatuhkan tubuhnya di sofa.
“Teman abi, om Lukman.”
“Om Lukman?”
“Iya, ayahnya Malik”
“Malik? Malik siapa?”
“Itu lho, temen kamu waktu SD, nyet” Daffa membawa segelas kopi dengan mug besarnya lalu duduk di samping Tiha. Sementara bunda Aisyah masih sibuk membersih mejanya dan membawa cangkir-cangkir kotor ke dapur.
Tiha meraih toples yang berisi choco chips yang ada di atas meja. Ia melahapnya sambil memikirkan sebuah nama yang disebutkan oleh Daffa.
“Ngga inget tuh. Nah, kalau malaikat penjaga neraka Tiha ingat bang,” tukas Tiha polos sambil mengunyah choco chips. Abi Kahfi tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.
“Bukanlah nyet! Itu nama malaikat, ini nama orang.” Daffa memukul kepala adiknya dengan menggunakan bantal kecil.
“Arggh, sakit!”Tiha meringis mengusap kepala sambil melotot ke arah Daffa.
“Makanya diingat-ingat dulu. Itu lho temen kamu waktu SD yang selalu ke rumah ini waktu kakek sama nenek masih ada” jelas Daffa mengingatkannya. Tiha mencoba untuk mengingatnya. Bayangan masa lalunya mulai terkuak. Dia melihat dirinya sedang bermain bersama Nadine, Tama, Ayu, dan Alik.
“Oh, si cungkring itu bang! Alik kan?! Hehehe” Tiha terkekeh mengingat masa-masa kecilnya yang menyenangkan. Daffa juga ikutan tertawa sambil melahap choco chips.
“Husshh! Ngga baik tahu, bilang Malik cungkring” seru bunda dari dapur lalu ia duduk di dekat abi Kahfi.
“Bukan Tiha lo bun yang kasih nama cungkring. Dari dulu emang satu sekolahan manggil dia cungkring. Ya udah, Tiha ikut-ikutan aja”
“Jadi kalau disingkat ceritanya ya nyet, si Malik itu mau sama kamu.” Daffa mengernyitkan matanya.
“Brrrrsssst!” sontak Tiha kaget dan tanpa sengaja choco chip yang di mulutnya muncrat ke wajah Daffa.
“Seriusan bang?” Tiha membulatkan matanya hampir tak percaya.
“Hiiiii... Tihaaa! Jorok banget sih! Nggak pake disembur juga kali!”Daffa melototi adiknya kesal dan pasrah wajahnya belepotan coklat choco chips.
“Hehehe. Sorry... sorry. Nih adek bantu bersihin ya, bang” sambil terkekeh Tiha membantu Daffa membersihkan wajahnya dengan tissu.
“Apa yang dibilang abangmu itu benar. Gimana menurut Tiha?” Tiha tersenyum miris.
“Nih fotonya Malik versi sekarang tanpa editan beauty plus,” bunda Aisyah meletakkan sebuah amplop putih di atas meja. Tiha meraihnya lalu membuka amplopnya.
Ia terkesima melihat foto tersebut. Malik terlihat tampan dan gagah dengan seragam polisinya.
“Jadi Alik sekarang seorang polisi, bun?” Bunda Aisyah mengangguk dan tersenyum. “Hmmm...lumayan juga. Kok dulu Alik ngga seganteng ini ya bun?”
“Itu karena dulu dia dibuli terus sama kamu nyet, ngga kepikiran mau jadi orang ganteng” ledek Daffa. Abi Kahfi dan bunda Aisyah terkekeh geli mendengarnya.