Gemintang tak tahu sudah berapa kali menghentikan langkah sejenak untuk memperbaiki posisi ranselnya yang melorot lantaran terlalu berat. Dia senang mendapatkan rekomendasi toko buku murah di dekat kampus, tetapi juga agak menyesal karena langsung membeli banyak sekaligus dan harus kembali ke kost dengan berjalan kaki.
Beberapa orang memasuki gerbang sebuah tempat, tepat dua meter di depan trotoar tempatnya berdiri saat ini, membuat Gemintang secara alami menoleh. Dia baru sadar bahwa perjalanan pulang dari toko buku itu menuju kost, melewati Singgah Lima Menit.
Toko barang bekas itu terlihat normal, layaknya tempat-tempat lain sejenisnya. Salah satu dari dua daun pintu terbuka. Papan oval yang menggantung di sana telah dibalik sehingga menunjukkan tulisan berbeda dibandingkan semalam. Pengunjung berkeliling di sekitar, sedangkan beberapa mahasiswa tampak ramah melayani.
Gemintang mengernyit. Hal yang tampak normal itu justru tak bisa dikatakan demikian untuk Singgah Lima Menit. Usai peristiwa semalam, dia mengetahui bahwa bukan hanya manusia yang berada di dalam sana.
Sayangnya, Gemintang tak mendapati satu pun tanda-tanda keberadaan atma. Makhluk itu memang tak jauh berbeda daripada manusia, tetapi bila apa yang dikatakan Rama benar—mereka tidak bisa dilihat sembarang orang—seharusnya kehadiran atma akan sangat mencolok lantaran tampak terabaikan oleh para pengunjung maupun mahasiswa lain.
“Atma tuh beneran ada gak sih? Jangan-jangan Kak Rama nyampurin sesuatu di udara toko biar gue halusinasi? Atau … kemarin cuma mimpi buruk yang terlalu terasa nyata aja?” Gemintang menggerutu sendiri, sambil sekali lagi memperbaiki posisi ransel beratnya yang lagi-lagi melorot, lantas kembali melangkah sambil berusaha berhenti memikirkan itu.
***
Dosen pembina UKM Kewirausahaan, Pak Darman, tak memberikan jadwal pasti kapan saja Gemintang harus ikut menjaga toko Singgah Lima Menit di malam hari bersama Rama. Beliau hanya berpesan bahwa sewaktu-waktu gadis itu akan diminta datang ke sana.